Monday, 6 February 2012

IMUNISASI


PENTINGNYA IMUNISASI
UNTUK MENCEGAH  WABAH, SAKIT BERAT, CACAT DAN KEMATIAN BAYI- BALITA


Bagaimana cara mencegah  penyakit menular pada bayi dan balita ?
Pencegahan umum  : berikan ASI eksklusif , makanan pendamping ASI dengan gizi lengkap dan seimbang , kebersihan badan, pakaian, mainan,  lingkungan serta penyediaan air bersih untuk makanan & minuman

Pencegahan spesifik  : imunisasi lengkap, karena dalam waktu 4 – 6  minggu setelah imunisasi akan timbul antibodi spesifik yang efektif mencegah penularan penyakit, sehingga tidak mudah tertular, tidak sakit berat, tidak menularkan pada bayi dan anak lain, sehingga tidak terjadi wabah dan tidak terjadi banyak kematian.
Benarkah imunisasi aman untuk bayi dan balita ?
Benar. Saat ini 194 negara terus menerus melakukan imunisasi untuk bayi dan balita. Institusi resmi yang meneliti dan mengawasi  vaksin di  negara tersebut, umumnya terdiri dari dokter ahli penyakit infeksi, imunologi, mikrobiologi, farmakologi, epidemiologi, biostatistika dll. Sampai saat ini tidak ada negara yang melarang imunisasi, justru semua negara berusaha meningkatkan cakupan imunisasi lebih dari 90% (artinya lebih dari 90 % anak/bayi telah mendapat imunisasi) .
Benarkah di semua negara ada institusi resmi yang mengawasi program imunisasi ?
Benar. Contohnya di Indonesia terdapat banyak institusi yang mengawasi program imunisasi, antara lain Badan POM (pengawasan obat dan makanan), Litbangkes, Subdit Surveilans dan Epidemiologi Kemkes, Indonesia Technical Advisory Group for Immunization (ITAGI), Komnas / Komda Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI), Satgas Imunisasi Ikatan Dokter Anak Indonesia, badan penelitian di Fakultas Kedokteran, Fakultas Kesehatan Masyarakat di beberapa universitas di Indonesia dll.
Institusi semacam ini yang mengawasi program imunisasi di negara masing-masing. Semua institusi dan badan tersebut menyatakan bahwa imunisasi aman, dan bermanfaat untuk mencegah penularan penyakit berbahaya.
Mengapa ada “ilmuwan” menyatakan bahwa imunisasi berbahaya ?
Tidak benar imunisasi berbahaya. “Ilmuwan”  yang sering dikutip di buku, tabloid, milis ternyata bukan ahli vaksin, melainkan ahli statistik, psikolog, homeopati, bakteriologi, sarjana hukum, wartawan, dan lain-lain  sehingga mereka tidak mengerti tentang vaksin. Sebagian besar mereka  bekerja pada era tahun 1950- 1960, sehingga sumber datanya sangat kuno. Padahal jenis dan teknologi pembuatan  vaksin telah mengalami kemajuan yang pesat dalam kurun waktu sepuluh tahun terakhir, sehingga sangat berbeda dengan keadaan di tahun 1950 – 1960an.
Benarkah “ilmuwan” yang sering dikutip buku,  tabloid, milis, ternyata  bukan ahli vaksin ?
Benar, mereka semua bukan ahli vaksin.
Contoh : Dr Bernard Greenberg (biostatistika tahun 1950), DR. Bernard Rimland (Psikolog),  Dr. William Hay (kolumnis),  Dr. Richard Moskowitz (homeopatik), dr. Harris Coulter,  PhD (penulis buku homeopatik, kanker), Neil Z. Miller,  (psikolog, jurnalis), WB Clark (awal tahun 1950) , Bernice Eddy (Bakteriologis tahun 1954), Robert F. Kenedy Jr (sarjana hukum)  Dr. WB Clarke (ahli  kanker, 1950an), Dr. Bernard Greenberg (1957-1959).
Benarkah “penelitian”  Wakefield “ahli vaksin”, membuktikan  MMR menyebabkan autism ?
Tidak benar.  Wakefield bukan ahli vaksin, dia  dokter spesialis bedah. Penelitian Wakefield tahun 1998 hanya berdasarkan 18 sampel. Banyak penelitian lain oleh ahli vaksin di beberapa negara, menyimpulkan MMR tidak terbukti mengakibatkan autis. Setelah diaudit oleh tim ahli penelitian di Inggeris, terbukti bahwa Wakefield memalsukan data, sehingga kesimpulannya salah. Hal ini telah diumumkan di majalah resmi kedokteran Inggeris British Medical Journal Februari 2011.
Benarkah di semua vaksin terdapat zat-zat berbahaya yang dapat merusak otak ?
Tidak benar. Isu itu karena “ilmuwan” tersebut di atas  tidak mengerti isi vaksin, manfaat dan batas keamanan zat-zat di dalam vaksin.
Contoh : Merkuri yang berbahaya untuk kesehatan adalah METIL merkuri. Di dalam vaksin tidak ada metil merkuri, hanya ada ETIL merkuri yang tidak berbahaya, karena sifat etil merkuri sangat berbeda dari metil merkuri. Jumlah etil merkuri yang ada dalam zat timerosal yang masuk ke tubuh bayi melalui vaksin pun sangat sedikit sekitar 150 mcg/kgbb/6 bulan, atau  sekitar 6 mcg/ kgbb / minggu, sedangkan batas aman menurut WHO adalah jauh lebih banyak (159 mcg/ kgbb/ minggu). Oleh karena itu vaksin yang mengandung etil merkuri dosis sangat rendah dinyatakan aman oleh WHO dan badan-badan pengawasan lainnya.
Benarkah isu bahwa “semua zat kimia”  berbahaya bagi bayi ?
Tidak benar. Isu itu beredar karena penulis buku, tabloid, milis, tidak memenahami benar apa yang disebut zat kimia. Oksigen, air, nasi, buah, sayur, jahe, kunyit, lengkuas, semua tersusun dari zat-zat kimia.
Oksigen rumus kimianya O2, air H2O, garam NaCl. Buah dan sayur terdiri dari serat selulosa, fruktosa, vitamin, mineral, dll. Telur terdiri dari protein, asam amino, mineral.   Itu semua zat kimia, karena ada rumus kimianya, maka disebut biokimia. Jadi zat-zat kimia umumnya  justru sangat dibutuhkan untuk manusia,  asal bukan zat yang berbahaya atau dalam takaran yang aman.

Benarkah vaksin terbuat dari nanah, dibiakkan di janin anjing, babi,  manusia yang sengaja digugurkan?
Tidak benar. Isu itu bersumber dari “ilmuwan”  50 tahun lalu (tahun 1961-1962). Teknologi pembuatan vaksin berkembang sangat pesat dan sangat jauh berbeda dengan pembuatan vaksin tahun 1950an. Sekarang tidak ada vaksin yang terbuat dari nanah atau dibiakkan embrio anjing, babi atau manusia.
Benarkah vaksin mengandung lemak babi ?
Tidak benar. Pada proses penyemaian induk bibit  vaksin tertentu 15 – 20 tahun lalu,  ketika proses panen bibit vaksin tersebut  bersinggungan dengan tripsin pankreas babi untuk melepaskan induk vaksin dari persemaiannya. Tetapi induk bibit vaksin tersebut kemudian dicuci dan dibersihkan total dengan cara ultrafilterisasi ratusan kali, sehingga pada vaksin yang diteteskan atau disuntikan pada bayi balita tidak mengandung tripsin babi. Hal ini dapat dibuktikan dengan pemeriksaan khusus. Atas dasar itu menurut Majelis Ulama Indonesia vaksin itu boleh dipakai, selama belum ada penggantinya. Contoh : vaksin meningokokus  haji diwajibkan oleh Saudi Arabia bagi semua jemaah haji untuk mencegah radang otak karena meningokokus.
Benarkah vaksin yang dipakai di Indonesia buatan Amerika ?
Tidak benar. Vaksin yang digunakan oleh program imunisasi di Indonesia adalah  buatan PT Biofarma Bandung, pabrik vaksin yang telah berpengalaman selama 120 tahun. Proses penelitian dan pembuatannya mendapat pengawasan ketat dari ahli-ahli vaksin  WHO.  Vaksin-vaksin tersebut juga dieksport ke   120 negara lain, termasuk 36 negara dengan penduduk mayoritas beragama Islam.
Benarkah program  imunisasi hanya di negara muslim dan miskin  agar menjadi bangsa yang lemah?
Tidak benar. Imunisasi saat ini dilakukan di 194 negara, termasuk negara-negara maju  dengan status sosial ekonomi tinggi, dan negara-negara non-muslim.   Kalau imunisasi bisa melemahkan bangsa, maka mereka juga akan lemah, karena mereka sampai sekarang  juga melakukan program imunisasi, bahkan  lebih dulu dengan jenis vaksin lebih banyak.  Kenyataanya : bangsa dengan cakupan imunisasi lebih tinggi, jumlah bayi/anak yang mendapat imunisasi lebih banyak justru lebih kuat. Jadi terbukti bahwa imunisasi justru memperkuat kekebalan terhadap penyakit infeksi, bukan melemahkan.
Benarkah isu di buku, tabloid dan milis bahwa di Amerika banyak kematian bayi  akibat vaksin ?
Tidak benar. Isu itu karena penulis tidak faham data Vaccine Adverse Event Reporting System (VAERS) dari FDA (Food & Drug Agency, semacam Badan POM Indonesia) di Amerika tahun 1991-1994 mencatat 38.787 laporan  kejadian ikutan pasca imunisasi. Oleh penulis buku, tabloid atau milis  angka tersebut ditafsirkan sebagai angka kematian bayi 1 – 3 bulan.
Kalau memang benar angka kematian begitu tinggi tentu FDA AS akan heboh dan menghentikan vaksinasi. Faktanya Amerika tidak pernah meghentikan vaksinasi bahkan mempertahankan cakupan semua imunisasi di atas 90 %. Angka tersebut adalah semua keluhan effek samping vaksin seperti: nyeri, gatal, merah, bengkak di bekas suntikan, demam, pusing, muntah dan gejala lain. yang memang rutin harus dicatat kalau ada laporan masuk. Bukan angka kematian akibat vaksin. Di Indonesia gejala ikutan pasca imunisasi juga dipantau oleh suatu badan yang disebut Komnas KIPI (Komite Nasional Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi)
Benarkah isu bahwa banyak bayi balita meninggal  pada imunisasi masal campak di Indonesia ?
Tidak benar. Setiap laporan kecurigaan adanya kejadian ikutan pasca imunisasi (KIPI) selalu dikaji oleh Komnas / Komda KIPI yang terdiri dari pakar-pakar penyakit infeksi, imunisasi, imunologi, dll. Setelah dianalisis dari keterangan keluarga, petugas kesehatan yang memberikan imunisasi, dokter yang merawat di rumah sakit, hasil pemeriksaan fisik, laboratorium, ternyata balita tersebut meninggal karena radang otak, bukan karena vaksin campak. Pada bulan itu ada beberapa balita yang tidak imunisasi campak juga menderita radang otak. Berarti kematian balita tersebut bukan karena imunisasi campak, tetapi karena radang otak.
Demam, bengkak, nyeri, kemerahan setelah imunisasi membuktikan bahwa vaksin berbahaya ?
Tidak berbahaya. Demam, nyeri, kemerahan, bengkak, gatal di bekas suntikan adalah reaksi wajar setelah vaksin masuk ke dalam tubuh. Seperti rasa pedas dan berkeringat setelah makan sambal adalah reaksi normal tubuh kita. Umumnya keluhan tersebut akan hilang dalam beberapa hari. Boleh diberi obat penurun panas, dikompres. Bila perlu bisa konsul ke petugas kesehatan yang telah memberikan imunisasi tersebut untuk mendapat pertolongan dan pengobatan.
Benarkah vaksin Program Imunisasi  di Indonesia juga dipakai oleh 36 negara Islam ?
Benar. Vaksin yang digunakan oleh program imunisasi di Indonesia adalah  buatan PT Biofarma Bandung. Vaksin-vaksin tersebut dibeli dan dipakai oleh  120 negara, termasuk 36 negara dengan penduduk mayoritas beragama Islam.
Benarkah  isu  di tabloid, milis, bahwa  program imunisasi gagal di banyak negara?
Tidak benar. Isu-isu tersebut bersumber dari data yang sangat kuno (50  – 150 tahun  lalu) hanya dari 1 – 2 negara saja, sehingga hasilnya sangat berbeda  dengan hasil penelitian terbaru, karena jenis vaksin dan cara pembuatannya  sangat berbeda.
Contoh :
-          Isu imunisasi cacar variola gagal,  berdasarkan data yang sangat kuno, di Inggeris tahun 1867 – 1880 dan Jepang tahun 1872-1892.  Fakta terbaru sangat berbeda, bahwa dengan imunisasi cacar di seluruh dunia sejak tahun 1980  dunia bebas cacar variola.
-          Isu imunisasi difteri gagal, berdasarkan data di Jerman tahun 1939. Fakta sampai sekarang  vaksin difteri dipakai di seluruh dunia dan mampu menurunkan kasus difteri  95 %.
-          Isu imunisasi pertusis gagal hanya dari data di Kansas dan Nova Scottia tahun 1986. Fakta sampai sekarang vaksin pertusis dipakai di seluruh dunia dan berhasil menurunkan kasus pertusis lebih dari 80 %
-          Isu imuniasi campak berbahaya hanya berdasar penelitian 1989-1991 pada anak miskin berkulit hitam di Meksiko, Haiti dan Afrika. Fakta sampai sekarang vaksin campak dipakai di seluruh dunia dan mampu menurunkan jumlah kasus campak 68 – 90 %.

Benarkah isu program imunisasi gagal, karena setelah diimunisasi bayi balita masih bisa tertular penyakit tersebut ?
Tidak benar program imunisasi gagal.  Perlindungan vaksin memang tidak 100 %. Bayi dan balita yang telah diimunisasi masih bisa tertular penyakit, tetapi jauh lebih ringan dan tidak berbahaya. Sedangkan bayi  balita yang belum diimunisasi lengkap bila tertular penyakit tersebut bisa sakit berat, cacat atau meninggal.
Benarkah imunisasi  bermanfaat mencegah wabah, sakit berat, cacat dan kematian bayi dan balita?
Benar.  Badan penelitian di berbagai negara membuktikan bahwa : dengan meningkatkan cakupan imunisasi, maka penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi berkurang secara bermakna.  Oleh karena itu saat  ini program imunisasi dilakukan terus menerus di 194 negara, termasuk negara dengan sosial ekonomi tinggi dan negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam.  Semua negara berusaha meningkatkan cakupan agar lebih dari 90 %. Di Indonesia, terjadi wabah polio 2005-2006 karena banyak bayi yang tidak diimunisasi polio, maka  menyebabkan 305 anak lumpuh permanen. Setelah digencarkan imunisasi polio, sampai saat ini tidak ada lagi kasus polio baru.
Mengapa di  Indonesia ada buku, tabloid, milis, yang menyebarkan isu bahwa vaksin berbahaya, tidak effektif, tidak dilakukan di negara maju ?
Karena publikasi itu ditulis dan disebarluaskan oleh orang-orang  yang tidak mengerti tentang vaksin dan imunisasi, hanya mengutip dari “ilmuwan” tahun 1950 -1960 yang ternyata bukan ahli vaksin, atau berdasarkan data 30 – 40 tahun lalu (tahun 1970 – 1980an). Beberapa publikasi  hanya berdasar 1 – 2 laporan kasus yang tidak diteliti lebih lanjut secara ilmiah, hanya berdasar dugaan.
Media tersebut sering mengutip “penelitian” Wakefield spesialis bedah, bukan ahli vaksin, yang penelitiannya dibantah oleh banyak tim peneliti lain, dan oleh majalah resmi kedokteran Inggeris British Medical Journal Februari 2011 “penelitian” Wakefield dinyatakan tidak benar, karena mengubah / memalsukan data.
Orangtua harus bersikap bagaimana terhadap isu-isu tersebut ?
Sebaiknya semua bayi dan balita di imunisasi secara lengkap. Saat ini 194 negara di seluruh dunia yakin bahwa imunisasi aman dan bermanfaat mencegah wabah, sakit berat, cacat dan kematian. Terbukti 194 negara tersebut terus menerus melaksanakan program imunisasi, termasuk negara dengan sosial ekonomi tinggi dan negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam, dengan cakupan umumnya lebih dari 85 %.
Badan penelitian di berbagai negara membuktikan kalau semakin banyak bayi balita tidak diimunisasi akan terjadi wabah, sakit berat, cacat atau mati, dan telah terbukti di Indonesia : wabah penyakit polio 2005-2006 (305 anak lumpuh permanen), wabah campak 2009 – 2010 (5818 anak dirawat di rumah sakit, meninggal 16), wabah difteri 2010-2011 (816 anak di rawat di rumah sakit, 56 meninggal).
Bisakah  ASI, gizi, suplemen herbal  menggantikan imunisasi ?
Tidak ada satupun badan penelitian di dunia yang menyatakan ASI, gizi, suplemen herba; bisa menggantikan imunisasi, karena kekebalan yang dibentuk sangat berbeda. ASI, gizi, suplemen herbal, kebersihan akan memperkuat pertahanan tubuh secara umum, namun  tidak membentuk kekebalan spesifik terhadap kuman tertentu yang berbahaya. Kalau  jumlah kuman banyak dan ganas, perlindungan umum tidak mampu melindungi bayi, sehingga masih bisa sakit berat, cacat atau mati.
Oleh karena itu di negara-negara dengan gizi baik dan lingkungan bersih tetap melakukan program imunisasi dengan cakupan lebih dari 85 % bayi balita.
Vaksin akan merangsang pembentukan kekebalan yang spesifik (disebut antibodi) terhadap kuman, virus atau racun kuman tertentu. Setelah antibodi terbentuk akan bekerja lebih cepat, effektif dan effisien untuk mencegah penularan penyakit yang berbahaya.
Bolehkah selain diberikan imunisasi, ditambah dengan suplemen gizi, herbal  dll. ?
Boleh. Selain diberi imunisasi, bayi tetap diberi ASI eksklusif, makanan pendamping ASI dengan gizi lengkap dan seimbang, kebersihan badan, makanan, minuman, pakaian, mainan,  dan lingkungan. Suplemen diberikan sesuai kebutuhan individual yang bervariasi. Selain itu bayi harus mendapat perhatian dan kasih sayang dan stimulasi bermain untuk mengembangkan kecerdasan, kreatifitas dan perilaku yang baik.
Benarkah bayi dan balita yang tidak diimunisasi lengkap rawan tertular penyakit berbahaya ? 
Benar. Banyak penelitian imunologi dan epidemiologi di berbagai negara membuktikan bahwa bayi balita yang tidak diimunisasi lengkap tidak mempunyai kekebalan spesifik terhadap penyakit-penyakit menular berbahaya.  Mereka mudah tertular penyakit tersebut, akan menderita sakit berat, menularkan ke anak-anak lain, menyebar luas, terjadi wabah, menyebabkan banyak kematian dan cacat.
Benarkah wabah akan terjadi bila banyak bayi dan balita tidak diimunisasi  ?
 Benar. Itu sudah terbukti di beberapa negara Asia, Afrika dan di Indonesia.
Contoh : wabah polio 2005-2006 di Sukabumi karena banyak bayi balita tidak diimunisasi polio, dalam beberapa bulan  virus polio menyebar cepat ke Banten, Lampung, Madura, sampai Aceh, menyebabkan 305 anak lumpuh permanen.
Wabah campak di Jawa Tengah dan Jawa Barat  2009-2011 mengakibatkan  5818 anak di rawat di rumah sakit, 16 anak  meninggal, terutama yang tidak diimunisasi campak.
Wabah difteri dari Jawa Timur 2009 – 2011 menyebar ke Kalimantan Timur, Selatan, Tengah, Barat, DKI Jakarta, menyebabkan 816 anak harus di rawat di rumah sakit, 54 meninggal, terutama yang imunisasinya belum lengkap atau belum pernah imunisasi DPT.
Benarkah imunisasi rutin  dan imunisasi tambahan  serentak dibeberapa propinsi dapat menghentikan wabah ?
Benar.  Wabah polio di beberapa propinsi tahun 2005-2006  telah berhasil dihentikan dengan imunisasi polio rutin dan tambahan  secara serentak pada semua bayi/balita  melalui beberapa kali Pekan Imunisasi Polio Nasional.
 Wabah campak di beberapa propinsi tahun 2009- 2011 telah berhasil dihentikan dengan imunisasi campak rutin dan tambahan pada semua bayi balita 9 – 59 bulan di semua propinsi secara terus –menerus.
Wabah difteri di beberapa propinsi 2009 – 2011 telah berhasil dihentikan dengan imunisasi DPT rutin dan tambahan pada semua bayi balita  di beberapa propinsi.

Mari kita  cegah penularan penyakit, wabah, sakit berat, cacat
dan kematian bayi dan balita dengan imunisasi dasar lengkap,
untuk membangun generasi muda Indonesia yang sehat dan sejahtera

Sumber : Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI)