Showing posts with label GAYA HIDUP. Show all posts
Showing posts with label GAYA HIDUP. Show all posts

Wednesday, 22 August 2012

FENOMENA MUDIK DAN TINGGINYA INSIDEN KECELAKAAN LALU LINTAS

FENOMENA MUDIK DAN TINGGINYA INSIDEN KECELAKAAN LALU LINTAS

Oleh : Dr Moh Adib Khumaidi SpOT*

Bagi sebagian besar masyarakat Indonesia, khususnya yang beragama Islam, menjelang Hari Raya Idul Fitri atau Lebaran adalah momentum untuk melakukan tradisi pulang kampung atau yang lazim disebut mudik.

Fenomena mudik yang terjadi di Indonesia merupakan hal unik dan tidak ditemukan di negara lain terutama jumlah masif pemudiknya dalam waktu yang hampir bersamaan sekitar 1 minggu sebelum hari H dan arus balik dalam seminggu setelahnya.
Saat mudiklah maka berbondong-bondong perantau  yang bekerja di ibu kota pulang ke kampung halamannya. Berikutnya ibu kota akan terlihat lengang, tidak seperti biasanya yang padat dan ramai.
Tradisi mudik merupakan kebiasaan yang masih belum tergantikan meski dengan adanya teknologi telekomunikasi seperti handphone untuk mengucapkan selamat hari Idul Fitri. Mudik merupakan kesempatan untuk bertemu sanak keluarga dan sekaligus merayakan Idul Fitri bersama-sama.

Tradisi mudik yang tiap tahun selalu meninggalkan catatan angka insiden korban KLL yang semakin meningkat. Data tahun lalu mencatat ; angka kecelakaan tahun 2011 meningkat dibandingkan musim mudik lebaran 2010. Berdasarkan data yang dihimpun Mabes Polri, jumlah kecelakaan naik 996 atau 33,08% (pada 2010 sebanyak 3.010 dan 2011 sebanyak 4.006). Dari kecelakaan tersebut, korban meninggal dunia turun 85 atau 11,39% (pada 2010 sebanyak 746 dan 2011 sebanyak 661). Sementara, untuk korban luka berat mengalami kenaikan 155 atau 15,91% (pada 2010 sebanyak 974 dan 2011 sebanyak 1.129).

Kecelakaan tunggal, mengantuk, dan mengendarai sepeda motor lebih dari dua orang, juga ikut memperpanjang daftar korban. Peristiwa lain adalah tabrakan depan-belakang tercatat 37 kali. Lalu kendaraan menabrak pengguna jalan juga cukup tinggi. Sudah 40 kali kejadian ini menimpa warga di sepanjang jalur mudik.
Bagi pengendara sepeda motor, penyebab kecelakaan paling banyak adalah karena berboncengan lebih dari satu orang. Jumlahnya mencapai 104 orang. Pada urutan kedua karena mengantuk. Ada 32 kasus, dan 88 pengendara motor celaka akibat kondisi fisik yang lelah.

Dari data tersebut, jika dilihat kasus per kasus . Dalam perjalanan mudik yang lebih banyak menyebabkan kecelakaan karena human error, karena faktor kesalahan manusia. Dalam hal ini , jumlah kecelakaan juga dipicu oleh jenis kendaraan bermotor roda dua .

Langkah-langkah preventif sudah banyak dilakukan, baik oleh institusi pemerintah maupun swasta , tetapi data obyektif masih menunjukkan tingginya angka insiden kecelakaan . Himbauan kepada para pemudik sudah banyak dilakukan oleh institusi terkait , baik itu dari Kemenkes ataupun Kemenhub dan institusi terkait lainnya. Pendirian posko kesehatan di sepanjang jalur mudik yang berbahaya juga sudah banyak dilakukan oleh berbagai pihak. Posko Kesehatan yang sifatnya hanya pengobatan umum tanpa disertai perlengkapan kondisi emergensi atau kegawatdaruratan. Masih bersifat insidentil dan sporadis tanpa ada koordinasi dengan pihak lainnya yang terkait seperti Dinas Kesehatan atau Rumah Sakit Rujukan .
Selayaknyalah pendirian posko-posko kesehatan itu tidak sekedar pasang bendera , tapi merupakan satu sistem terkait dengan institusi kesehatan lainnya sehingga tercipta Sistem Penanggulangan Gawat Darjurat yang Terpadu (SPGDT) .

Diharapkan dengan sistem ini semua korban/ pasien akan mendapatkan pelayanan / penanggulangan kegawatdaruratan yang cepat dan komprehensif serta terintegrasi dengan fasilitas yang optimal sesuai dengan berat cederanya . Dengan sistem ini maka diharapkan terjadi RAPID RESPONSE dan RAPID ASSESMENT dengan prinsip : The Right Patient To The Right Hospital By The Right Surgeon/ The Right Doctor, sehingga keterlambatan penanganan tidak akan terjadi lagi. Implikasi akhirnya pada penurunan angka kematian dan kecacatan (Time Saving Life and Limb Saving) . Terutama pada kasus-kasus trauma akibat kecelakaan lalu lintas .

Selain itu perlu juga dilakukan edukasi kepada para pemudik bahwa resiko kecelakaan , cedera atau sakit merupakan problem yang sangat mungkin terjadi saat melakukan perjalanan atau road trip. Dengan segala konsekuensi dan resiko yang bisa terjadi di perjalanan terutama dengan kaitannya kejadian kegawatdaruratan yang bisa menimpa para pemudik . Seperti iklan salah satu produk minuman; “Kapan saja, siapa saja dan dimana saja”.

Oleh karena itu perlu juga para pemudik juga mempersiapkan
first aid kit dan personal aid kit. First aid kit adalah perlengkapan obatz-obatan dan alat kesehatan dasar yang wajib ada di kendaraan terkait dengan persiapan jika terdapat kondisi emergensi, seperti: obat antiseptik untuk luka, kasa, pembalut ( standar minimal). Selain itu juga dibutuhkan personal aid kit yaitu obat-obatan atau perlengkapan yang disediakan sesuai dengan kebutuhan kesehatan tiap orang, terutama jika bepergian dengan anak-anak atau manula.

Dengan segala persiapan yang dilakukan baik dari pemerintah, institusi swasta dan para pemudiknya sendiri maka diharapkan dapat menekan angka insiden KLL pada arus mudik tahun 2012 ini. Sehingga , mudik yang asyik, nyaman dan selamat menjadi dambaan semua orang . Semoga bermanfaat. Salam Sehat Indonesia!
(*Ketua PP Perhimpunan Dokter Emergensi Indonesia (PDEI) dan Dewan Pengawas Yay. Gerakan Masyarakat Sadar Gizi)


Sumber :  http://www.infosehatplus.com/index.php/info-sehat-plus/tips-a-trik/38-plus/71-fenomena-mudik-dan-tingginya-insiden-kecelakaan-lalu-lintas.html

Monday, 30 July 2012

IBU HAMIL AMANKAN BERPUASA ?

Oleh : Prof.Dr.Ilham Oetama Marsis,Sp.OG

Puasa sebagai rukun  islam ketiga merupakan kewajiban bagi setiap umat Islam. Kecuali bila berhalangan  atau tidak mampu untuk melakukan karena terdapat halangan. Apakah ibu hamil wajib melakukan puasa? Ini adalah pertanyaan yang sering kali muncul menjelang puasa ramadhan. Mungkin banyak artikel atau ahli yang mengutarakan bahwa puasa  masih aman untuk ibu hamil, tetapi alangkah lebih bagusnya bila kita sedikit mengupas perubahan apa yang terjadi selama kehamilan dan perubahan apa pula yang terjadi pada saat kita hamil dan menjalankan ibadah puasa, sehingga kita mempunyai alasan yang  rasional pada saat kita menjalankan ibadah puasa  pada saat hamil.
Selama kehamilan tubuh ibu mengalami berbagai macam adaptasi dalam rangka menyesuaikan diri dengan kondisi kehamilannya dan mempersiapkan diri pada saat persalinan. Perubahan yang terjadi pada ibu hamil antara lain perubahan-perubahan metabolisme meliputi :
A.    Pertambahan berat badan
Faktor yang mempengaruhi: janin, plasenta, cairan amnion, pembesaran uterus, payudara, darah, cairan interstisial & simpanan lemak maternal
B.    Metabolisme air
Volume pembuluh darah naik 50% namun kadar albumin menurun menyebabkan menurunnya tekanan koloid, menimbulkan “bengkak air” (edema). Penekanan pada pembuluh darah  balik di kaki menambah edema pada kaki.
  1. Metabolisme protein
Terjadi transport aktif protein  melalui plasenta
  1. Metabolisme karbohidrat
Glukosa melalui plasenta (glukosa dan asam amino adalah makanan utama fetus)
  1. Kondisi “kelaparan terakselerasi” pada ibu (“accelerated starvation“)
  2. Metabolisme lemak
Peningkatan lemak di dalam darah.Yang paling menonjol adalah peningkatan konsentrasi trigliserida puasa.
Selain terdapat perubahan  dari berbagi metabolisme berbagai zat dalm tubuh ibu juga terdapat berbagi perubahan hematologik antara  lain , meliputi :
  • Peningkatan volume darah total sekitar 50%, namun terdapat penurunan albumin sekitar 30%
  • Peningkatan dimulai sekitar umur kehamilan 10 minggu
  • Sel darah putih meningkat secara progresif selama kehamilan, terutama granulosit polimorfonuklear.
  • Sel darah merah meningkat 30% bila diberi suplemen Fe atau 18% bila tanpa suplemen
  • Kadar Hb normal saat mendekati kelahiran 12,5 g/dl; bila kadar Hb > 11 g/dl abnormal, biasanya karena defisiensi zat besi.
  • Kandungan zat besi tubuh total pada wanita dewasa normalnya berkisar antara 2-2,5 g.
  • Umumnya penyimpanan besi (di sumsum tulang belakang) pada wanita normalnya hanya sekitar 300-500 mg. Saat lahir, kandungan besi pada bayi rata-rata 300 mg
  • Suplementasi Fe sebesar 60 mg besi elemental perhari (325 mg FeSO4) dapat mencegah terjadinya anemia defisiensi besi pada ibu hamil; dengan efisiensi absorbsi di sel mukosa saluran cerna sekitar 20%.
  • Jumlah darah yang hilang saat persalinan: 500ml untuk persalinan pervaginam janin tunggal dan 1000ml untuk seksio sesarea.
  • Faktor pembekuan darah
Fibrinogen (faktor I) naik sekitar 50% (300-600, rata-rata 450 mg/dl), faktor pembekuan  VII-X naik secara progresif selama kehamilan.
  • Plasenta memproduksi suatuplasminogen activator inhibitor; trombosit sedikit menurun dari 275.000 (<20 minggu) menjadi 260.000 (>35 minggu)
Berbagai  fungsi organ juga mengalami perubahan selama kehamilan. Baik sistem jantung dan pembuluh darah, pencernaan, pernafasan dan siatem organ yang lainnya. Perubahan-perubahan tersebut meliputi :
  • Frekuensi nadi meningkat bertahap (lebih tinggi 15-20 dpm dari wanita tidak hamil)
  • Ukuran jantung juga membesar 10%
  • Darah yang dipompa dari jantung (Cardiac output) meningkat 35% pada kehamilan 20 minggu; CO terendah saat ibu dalam posisi berbaring karena oklusi vena kava inferior; sindroma hipotensi supinasi terjadi pada 5% pasien; CO optimal pada posisi lateral kiri.
  • Tekanan darah arterial
1.    Perubahan menurut trimester: awal kehamilan terdapat penurunan progresif pada sistolik (5-10 mmHg) maupun diastolic (10-15mmHg); setelah 24 minggu tekanan sistolik maupun diastolic meningkat bertahap; saat aterm kembali ke level nongravid. Turunnya resistensi perifer disebabkan oleh efek relaksasi otot polos dari progesteron.
2.    Perubahan menurut postur ibu: paling rendah saat posisi lateral, menengah saat posisi terlentang, dan tertinggi saat posisi duduk
  • Tekanan vena sentral maupun antekubiti tidak berubah; tekanan vena femoralis meningkat 2-3x saat aterm (2-3cmH2O pada sisi tempat melekatnya plasenta)
Perubahan sistem pernafasan meliputi :
  • Diafragma naik 4 cm, diameter dada betambah 2 cm, lingkar dada bertambah 6 cm, lengkung diafragma bertambah 1-2 cm.
Perubahan saluran kemih meliputi :
  • Perubahan anatomik: ukuran dan berat ginjal bertambah; resiko infeksi saluran kencing  meningkat bila terdapat peningkatan jumlah bakteri di air seni.
  • Peningkatan laju saring ginjal meningkatkan kadar gula dalam urin (1000-10.000 mg/hari), dan ekskresi vitamin larut air;
Perubahan sistem pencernaan meliputi :
  • Karena pembesaran rahim, terjadi pergeseran lambung dan usus-usus, termasuk usu buntu.
  • Infeksi lambung: sering terjadi dalam kehamilan, disebabkan oleh aliran asam lambung ke esophagus bagian bawah, karena adanya perubahan posisi lambung,
  • Waktu pengosongan lambung saat melahirkan meningkat, terutama setelah pemberian anti nyeri
  • Rongga mulut: laju produksi dan pH air lir tidak berubah; kadang terjadi ptialismus (saliva banyak keluar) berhubungan dengan rasa mual pada kehamilan; gusi menjadi lunak, bengkak, dan mudah berdarah;
  • Nyeri perut terjadi karena efek relaksasi otot rahim, penyerapan air meningkat 60%, penyerapan garam meningkat 45%; pembuluh darah di anus melebar, menimbulkan wasir (hemoroid).
Perubahan sistem  hati dan empedu
  • Tes fungsi hati:
    1. Peningkatan: fosfatse alkali, fibrinogen, hormon-hormon pengikat steroid, kolesterol, lemak darah, gama globulin
    2. Penurunan: albumin
    3. Tetap/sedikit menurun: SGOT, SGPT, bilirubin, gammaGT,protrombin time
  • Kandung empedu: Waktu pengosongan meningkat, volume puasa dan residual meningkat dua kali lipat, -> beresiko untuk terbentuknya batu empedu
Kemudian perubahan apa yang terjadi pada saat ibu hamil berpuasa?. Banyak sekali penelitian yang telah dilakukan tentang pengaruh puasa dalam kehamilan. Sebuah penelitian di Yaman dari 2561 pasien hamil sekitar 90.3%  menunaikan puasa ramadhan, dan tidak terdapat hubungan antara penurunan berat badan ibu maupun janin akibat puasa ramadhan. Demikian halnya sebuah penelitian di Malaysia dari 605 pasien hamil yang menunaikan puasa ramadhan juga tidak ditemukan adanya  perbedaan terhadap outcome janin dibanding dengan kelompok kontrol pasien hamil yang tidak menunaikan puasa ramadhan. Penelitian oleh Malihe Arab, 2001 dari  Bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Hamadan Iran juga telah dismpulkan bahwa puasa ramdhan tidak mempengaruhi BMI ibu, tetapi perlu diperhatikan BMI ibu hamil itu sendiri sebelum hamil sebelum dia menunaikan puasa selama kehamilannya.
Sebuah peneletian oleh Alwasel dari Universitas King Saud Arab Saudi tahun 2010 tentang
perubahan plasenta pada ibu hamil yang menunaikan ibadah puasa. Seperti diketahui bahwa placenta merupakan media transfer nutrisi dan oksigen dari ibu ke janin. Penelitian selama 4 tahun dari sekitar 7000 bayi yang telah lahir dari ibu yang menunaikan ibadah puasa didapatkan data bahwa terjadi penurunan dari berat plasenta dari ibu hamil yang menunaikan ibadah puasa pada trimester kedua dan ketiga kehamilan tetapi  secara umum tidak mempengaruhi berat lahir bayi dan kondisi kesehatan bayi secara umum. Hal ini berbeda dengan perubahan kondisi plasenta dari ibu yang menderita penyakit kronis sebelumnya.Demikian halnya dengan ibu menyusui, telah dilakukan penelitian di Turki tahun 2006 bawa puasa ramadhan  tidak berpengaruh terhadap komposisi mikronutrien dari ASI dan juga tidak mempengaruhi pertumbuhan janin.
Dari berbagai penelitian yang ada jelas bahwa puasa ramadhan tidak berbahaya bagi ibu hamil. Tetapi perlu diperhatikan kondisi kehamilan itu sendiri. Bila memang sudah terjadi permasalahan terhadap kehamilannya sejak awal misal hiperemesis gravidarum pada trimester awal kehamilan atau terdapat komplikasi penyakit kronis sebelum kehamilan, jelas hal ini akan membahayakan ibu dan janinnya bila menunaikan ibadah puasa ramadhan. Segala sesuatunya dikembalikan ke hukum asal dari puasa ramadhan itu sendiri, Wajib bagi yang sudah memenuhi rukun dan syarat-syaratnya, dan tidak wajib bila terhadap halangan atau uzur menunaikan. Wallahu a’lam bisshowab.
Sumber :  http://www.sadargizi.com

PENYAKIT JANTUNG KORONER



APAKAH PENYAKIT JANTUNG KORONER (PJK) ? 
PJK adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh penyempitan pembukuh darah ke jantung yang bertugas mambawa darah dan oksigen. Penyempitan ini kemudian akan menimbulkan berbagai gejala akibat menurunnya suplai darah dan oksigen. 

APAKAH PENYAKIT PJK
Penyakit ini tidak timbul secara tiba-tiba, melainkan melalui suatu proses panjang (degenerasi) yang disebut aterosklerosis. Aterosklerosis adlah suatu proses pembentukan plak pada pembuluh darah yang menyebabkannya menjadi kaku dan menyempit. Proses ini terjadi akibat penimbunan berbagai material seperti lemak dan kalsium, atau dapat juga diakibatkan penimbunan berbagai macam material seperti lemak dan kalsium, atau dapat juga diakibatk an oleh jaringan parut. Proses panjang ini sebenarnya merupakan proses yang wajar terjadi pada setiap manusia yang bertambah usia, namun dapat diperlambat prosesnya. 
Pembuluh darah akan mengeras. Ia menjadi kaku sehingga tidak elastis lagi dalam menerima darah dari jantung atau seluruh tubuh. Adanya plak akan membuatnya menjadi sempit, sehingga kemampuan jantung dalam mengalirkan darah akan menurun. Penurunan kemampuan inilah yang keemdian memberikan gejala nyeri dada. Bila hambatan ini terus menerus terjadi sehingga menyebabkan  hambatan total, maka akan timbul serangan jantung yang diawali dengan perubahan irama yang pada akhirnya menyebabkan kematian.

FAKTOR RESIKO PJK 
BAGAIMANA GEJALA PJK
TIPS DAN PANDUAN UNTUK PRA PENSIUN DAN PENSIUNAN 
PENGOBATAN PJK

"Bersatu Mewujudkan Indonesia Ramah Anak" Upaya ditengah ketidakberdayaan Negara

(Rangkuman obrolan ringan terbatas Yayasan Gema Sadar Gizi menyambut Hari Anak 2012)

Jakarta-Gema Sadar Gizi (21 Juli 2012).  Anak adalah amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang di dalam dirinya melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhknya. Anak juga merupakan tunas, potensi dan generasi muda penerus cita-cita perjuangan bangsa, memiliki peran strategis dan mempunyai ciri-ciri dan sifat khusus yang menjamin kelangsungan eksistensi bangsa dan negara masa depan. Demikian Dr. Zaenal Abidin (Dewan Pembina Gema sadar Gizi dan Ketua Terpilih PB IDI) ketika mengantarkan obrolan ringan terbatas menyambut Hari Anak Nasional 2012, di sela menanti saat berbuka puasa, Ramadhan pertama di Bilangan Pancoran Jakarta.
Di dalam UU nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dikatakan, “perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkemban, dan berpartisipasi, secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapatkan perlidungan dari kekerasan dan diskriminasi”. Tujuan perlidungan anak menurut undang-undang di atas adalah untuk menjamin hak-hak anak agar dapar hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi, demi terwujudnya anak Indonesia yang berkualitas, berakhlak mulia, dan sejahtera.  Ungkap Zaenal.
Pada bagian kedua UU Perlindungan Anak, secara khusus telah tercantum perlindungan di bidang kesehatan. Pasal 44 ayat (1), “Pemerintah wajib menyediakan fasilitas dan menyelenggarakan upaya kesehatan yang komprehensif bagi anak, agar setiap anak memperoleh derajat kesehatan yang optimal sejak dalam kandungan”. Ayat (3), “Upaya kesehatan komprehensif sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi upaya promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif, baik untuk pelayanakan kesehatan dasar maupun rujukan”.  Pasal 45 ayat (1), “Orang tua dan keluarga bertanggung jawab menjaga kesehatan anak dan merawat anak sejak dalam kandungan”. Ayat (2), “Dalam hal orang tua dan keluarga tidak mampu melaksanakan tanggung jawab sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) maka pemerintah wajib memenuhinya”. Sementara pada Pasal 46 menyebutkan, “Negara, pemerintah, keluarga dan orang tua wajib mengusahakan agar anak yang lahir terhindar dari penyakit yang mengancam kelangsungan hidup dan/atau menimbulkan kecacatan”. Jika kita perhatikan pasal dan ayat-ayat UU ini, tampaknya tidak ada alasan bagi negara dalam hal ini pemerintah untuk tidak memperhatikan atau tidak melindungi anak bangsa yang diamanatkan kepadanya. Demikian Zaenal menutup pembicaraannya.
“Bersatu Mewujudkan Indonesia Ramah Anak”, demikian tema Hari Anak Nasional Indonesia tahun 2012 ini.  Semangat yang diusung oleh tema ini tentu sangat sejalan isi UU Perlidungan Anak di atas dan bahkan juga seiring dengan UU Nomor 36 tentang Kesehatan.  Pemaknaan kata-kata bersatu mewujudkan Indonesia yang ramah anak tentunya akan memunculkan banyak pandangan dan argumentasi. Namun jika tujuan akhirnya adalah agar anak Indonesia mendapatkan perlakuan yang baik dalam setiap perkembangannya tentunya kita harus menyimak beberapa kondisi yang fakta di Indonesia. Kata Dr. Mahesa Pranadipa, M.H. (Dewan Pengawas Gema Sadar Gizi) menyambung pernyataan  pembicara sebelumnya.
Menurut Mahesa yang juga dosen FK-UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, mulai dari tahap di kandungan, perlakuan “ramah” sudah harus dialami oleh calon anak Indonesia. WHO melaporkan bahwa 35-75% perempuan di Negara berkembang dan 18% perempuan di Negara maju mengalami anemia dalam masa kehamilan. Ibu hamil dengan anemia sebagian besar sekitar 62,3% berupa anemia defisiensi besi (ADB) (Wiknjosastro, 2005).  Sedangkan kita ketahui anemia pada saat kehamilan bisa berdampak tidak hanya kepada pertumbuhan janin namun dalam kondisi yang berat bisa menyebabkan kematian janin serta meningkatkan resiko kematian ibu pada saat melahirkan. Dari data SDKI tahun 2007 terdapat 34 angka kematian bayi per 1000 kelahiran hidup (Depkes,2010). Walaupun angka ini belum mencapai target MDGs yaitu di angka 20 per 1000 kelahiran hidup.
Menanjak ke level pertumbuhan selanjutnya yaitu masa balita, fakta di Indonesia masih memperlihatkan masalah besar. Almarhum Mantan Menteri Kesehatan Ibu Endang Rahayu Sedyaningsih pernah menyebutkan, Indonesia masuk dalam peringkat kelima Negara dengan kekurangan gizi se-dunia. Dimana jumlah balita yang mengalami kekurangan gizi sebanyak 900 ribu jiwa, yaitu sekitar 4,5% dari jumlah balita sebanyak 23 juta jiwa. Kasus kekurangan gizi anak balita di NTB masih tertinggi di Indonesia mencapai 30,5% (Depkes). Kata Dr. Fitri N Pulukadang (Pengurus Yayasan Gema Sadar Gizi).
Bahkan kata Fitri yang mengutip pernyataan Prof A Razak Thaha (Ahli Gizi Unhas Makassar dan Ketua Umum Perhimpunan Dokter Gizi Klinik IndonesiaI) di dalam suatu diskusi yang diadakan oleh Yayasan Gema Sadar Gizi yang mengemukakan bahwa dalam kurun waktu 3 tahun terakhir (2007-2010) anggaran untuk perbaikan gizi masyarakat terus meningkat, namun angka prevalensi penurunan gizi kurang hanya sedikit, yakni dari 18,4 persen di 2007 turun cuma menjadi 17,9 persen di 2010 yang berarti 3,7 juta balita yang kurang gizi. Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2010 juga mencatat 35,7% anak Indonesia tergolong pendek akibat masalah gizi kronis, estimasi ada 7,3 juta anak Indonesia yang jadi pendek. Kini Indonesia menghadapai permasalahan baru berupa beban ganda gizi. Selain masalah gizi kurang yang masih banyak, Indonesia pun menghadapi ancaman gizi lebih (obesitas) pada anak. Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) pada tahun 2010, prevalensi kegemukan pada anak balita secara nasional 14 persen, di mana pada penduduk kaya prevalensinya bisa mencapai 14,9 persen sedangkan pada penduduk miskin mencapai 12,4 persen.  Provinsi DKI Jakarta sebagai ibukota negara tercatat memiliki angka rata-rata prevalensi tertinggi, yakni 19,2 persen. Masalah ini semakin meningkat akibat pola diet tinggi karbohidrat dan lemak yang tidak disertai dengan aktivitas fisik yang memadai (aktivitas fisik yang kurang). Anak-anak Indonesia yang menderita kekurangan gizi dapat menyebabkan sering sakit, lesu, sering bolos, serta kurangnya daya tangkap dan kreativitas di sekolah. Implikasinya adalah kebodohan akan semakin merajalela. Asupan gizi ini memegang peran penting hingga terutama dimasa anak berusia dua tahun. Sebab pada saat inilah sel-sel otak berkembang pesat, dan 80% sudah saling terhubungan (interkoneksi). Inilah yang akan menentukan kecerdasannya. Jika pada masa ini asupan gizinya mengalami gangguan, seperti gizi buruk, perkembangan otak akan ikut terganggu.
Apa yang disampaikan oleh pembicara sebelumnya, itu baru berfokus kepada persoalan gizi yang sangat berperan kepada tumbuh kembang generasi penerus bangsa. Belum lagi ketika kita berbicara dampak paparan polusi terhadap perkembangan janin dan balita, sela Dr. Rosita Rivai (Sekretaris Yayasan Gema Sadar Gizi dan Wakil Sekjen PB IDI). Menurut Rosita, paparan polusi yang saat ini menjadi pembicaraan adalah paparan asap rokok. WHO, badan kesehatan dunia, bahkan memperkirakan hampir sekitar 700 juta anak atau sekitar setengah dari seluruh anak di dunia ini, termasuk bayi yang masih menyusu pada ibunya, terpaksa menghisap udara yang terpolusi asap rokok. ironisnya, hal itu justru lebih banyak di dalam rumah mereka sendiri. Tidak heran kemudian jumlah perokok anak usia 10-14 tahun naik hingga 6 kali lipat dalam 12 tahun, yaitu dari 71.126 anak pada 1995 menjadi 426.214 anak pada 2007 (Lembaga Demografi FEUI, 2010). Di tahun 2010 angkanya meningkat 19%.
Memang sesuatu yang ironi kata Rosita, sebab dengan sumber ekonomi terbatas, 63 % pria dewasa dari 20% penduduk miskin di Indonesia membelanjakan 12% penghasilan bulanannya untuk rokok, yang merupakan pengeluaran kedua setelah padi-padian. Data Susenas 2006 menunjukkan  pengeluaran untuk membeli rokok adalah 5 kali lebih besar dari pengeluaran untuk beli telur dan susu, dua kali lipa pengeluaran untuk ikan, dan !7 kali lipat pengeluaran untuk beli daging.
Dr. Tirta Prawaita Sari, MSc, Sp.GK  (Ketua Yayasan Gema Sadar Gizi), yang mendapat kesempatan bica terakhir, mengatakan anak sebagai investasi bangsa yang utama seringkali hanya berbatas pada slogan semata. Lingkungan kondusif yang merupakan prasyarat "bertumbuhnya" investasi ke arah tujuan bangsa ini tampaknya belum sepenuhnya tercipta. Anak tak jarang harus tumbuh dalam suasana serba kekurangan atau juga berkelebihan dalam konotasi negatif.
Sudah dipahami bersama, periode emas pertumbuhan anak adalah dimasa 1000 hari pertama kehidupan yang dihitung sejak awal pembuahan. Segala bentuk pertumbuhan jasmani dan perkembangan anak mencapai puncak maksimal di masa ini. Otak mengalami evolusi terbesarnya, demikian halnya pemahaman emosional anak. Banyak sikap dan kemampuan bahasa terbentuk di masa ini. Ibaratnya spons, maka otak anak menyerap segala informasi dengan kecepatan mengagumkan dibandingkan dengan usia lainnya. Sayangnya periode ini juga periode paling rentan dari seorang anak, sehingga sekali saja "kekacauan" terjadi maka terganggulah keseluruhan proses, investasi akan mengalami "penurunan" nilai. Anak tak tumbuh seperti yang diharapkan. Ungkap Tirta yang juga dosen Gizi Klinik FK Univ Muhammadiyah Jakarta ini.
Berfokus pada hal tersebut, lingkungan kondusif yang sepatutnya disiapkan harus mencakup "pengamanan" periode emas 1000 hari pertama tadi. Menarik menyikapi wacana cuti hamil selama 2 tahun yang dikeluarkan oleh Dahlan Iskan, bila menarik benang merah, harusnya ini kabar baik. Dua tahun yang sempurna bagi perkembangan anak tampaknya berusaha diwujudkan. Namun pada kenyataannya tak mendapat sambutan yang baik. Tak hanya semata dari kaum pria pelaku bisnis namun yang ironis justru dari kaum perempuan sendiri. Cukup menyedihkan, padahal yang sedang kita bicarakan adalah harapan "menumbuhkan" investasi bangsa semaksimal mungkin. Bukan hanya sebatas pada, maaf, waktu produktif wanita pekerja yang hilang, tapi tentang periode emas yang tak mungkin kembali. Seorang ibu menyusui membutuhkan tak hanya asupan gizi yang optimal, tapi juga suasana batin yang membuatnya nyaman saat menyusui. Menyusui bukan proses sederhana yg diterjemahkan dari asupan gizi saja, tapi ada kesadaran psikis dan dukungan emosional keluarga. Sehingga dapatlah dipahami, seorang ibu pekerja yang memiliki bayi, yang dalam kesehariannya diliputi stress di tempat kerja tak kan mampu menyusui bayi nya bila di rumah pun ia di desak oleh lingkungan rumah yang tak ramah secara fisik dan psikis. Air susu ibu tak-kan terproduksi dalam jumlah yang memadai, karena produksinya amatlah bergantung pada dua hal yang bersifat sinergis, psikis dan fisik yang sehat, dalam hal ini asupan gizi dan dukungan emosional dari keluarga. Sayangnya masyarakat yang cenderung kapitalis ini lupa pada kedua hal tersebut sehingga menempatkan ibu pekerja sama saja dengan layaknya pekerja lain. Padahal ibu sedang menjalankan fungsi menjaga investasi bangsa. Investasi milik kita semua, bukan semata miliknya, milik kita sebagai bangsa. Bayinya adalah bayi kita, bayi bangsa ini. Bangsa inilah rumah kita, sehingga siapapun yang sedang "berjuang" menjalankan fungsi eksklusif tersebut harus dilindungi. Sejalan dengan hal tersebut, maka beberapa hal penting menurut Tirta yang harus diperhatikan, sbb:
1). Memberikan lingkungan sehat dan kondusif, baik secara psikis dan fisik yang mencakup kebutuhan gizi dan dukungan emosional kepada ibu hamil sejak awal kehamilan hingga persalinannya untuk menjamin periode pertumbuhan janin yang optimal; 2). Mejamin keleluasaan ibu untuk dapat memberikan ASI eksklusif selama 6 bulan lamanya dengan menjamin lingkungan yang bebas stress dan hal-hal yang mempengaruhi emosi ibu yang dapat menghambat proses pemberian ASI. Menjamin asupan nutrisi yang adekuat sebagai upaya dukungan fisik ibu agar produksi AsI memadai; 3). Mendukung rencana pemberian cuti hamil selama 9 ditambah dengan menyusui hingga setidaknya hingga 6 bulan serta menuntut penerapan PP No 33 thn 2012 mengenai pemberian ASI eksklusif (sebagai perintah Pasal 129 (2) UU No.36 Tentang Kesehatan 2009) khususnya pada kewajiban untuk memberikan keleluasaan bagi ibu untuk memberikan ASI eksklusif di tempat kerja; 4) .Menuntut lingkungan yang sehat dan kondusif bagi ibu dan anak agar dapat tumbuh sehat sejahtera dan berkembang menjadi aset bangsa yang terbaik; 5). Menjaga ibu dari diskriminasi di tempat kerja, dan segala sikap dan upaya yang menempatkan ibu pada dilema antara mengasuh anak secara optimal dan kewajiban dari tempat kerja yang menekan dan menyulitkan ibu dalam memberi kasih sayang pada anak.
 “Yayasan ini lebih mengharapkan seluruh komponen menjadi satu tim dalam pengentasan permasalahan yang terjadi pada anak Indonesia”, ungkap Mahesa ketika menutup obrolan Hari Anak Nasional 2012.

Thursday, 31 May 2012

Hari Tanpa Tembakau 31 Mei 2012


 
Sambutan Ketua Umum Terpilih PB. Ikatan Dokter Indonesia
Pada acara Deklarasi Koalisai Profesi Kesehatan (KPK) Anti Rokok


Sudah awam diketahui bahwa rokok mengandung lebih dari empat ribu zat yang dapat berdampak negatif bagi kesehatan umat manusia, diantaranya adalah bahan radioaktif (polonium-201), bahan cat (acetone), pencuci lantai (ammonia), racun serangga (DDT), racun anai-anai (arsenic), gas beracun (hydrogen cyanide) yang digunakan di “kamar gas maut” untuk hukuman mati serta zat rokok yang berbahaya lain seperti  Tar, Nikotin dan Karbon Monoksida.
Zat-zar beracun tersebut dapat menyebabkan berbagai gangguan terhadap organ tubuh mulai dari derajat ringan sampai berat. Gangguan itu seperti gangguan saluran pernapasan dan paru, gangguan pembuluh darah dan jantung, gangguan mulut dan saluran pencernaan, gangguan kehamilan dan janin, keganasan, kemandulan, dan bahkan dapat menimbulkan kematian.
Berdasarkan hasil survei Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia tahun 2007, sebanyak 1.127 orang meninggal setiap hari akibat rokok di Indonesia. World Helth Report  tahun 2008 menjelaskan bahwa rokok menyumbang 5 juta kematian setiap tahunnya. Sedangkan menurut penelitian yang dilakukan ‘Swedish National Board of Health and Welfare’ serta ‘Bloomberg Philanthropies’, sebanyak 600 prokok pasif meninggal setiap tahunnya di seluruh dunia.
Data WHO (2008), Indonesia dinobatkan sebagai negara peringkat ketiga setelah China dan India, di atas Rusia dan Amerika Serikat, yaitu 27,6%  (28%) atau 65 juta perokok dengan mengkonsumsi sebanyak 225 miliar batang rokok per tahun, dimana jumlah prokok Indonesia terus meningkat dalam 9 tahun terakhir dengan pertumbuhan 0,9% per tahun pada periode 2000 – 2008 atau naik 18,6% selama kurun 5 tahun pada peride 2003 – 2008.
Sejalan dengan peningkatan jumlah perokok tersebut, produksi rokok hingga akhir tahun 2011 diperkirakan mampu menembus 248 miliar batang serta diperkirakan tidak kurang Rp.100 triliun dana masyarakat dikeluarkan untuk membelinya.
Selain itu, pemerintah Indonesia pun menargetkan cukai rokok pada tahun 2011 mencapai Rp. 60,1 triliun. Ini menunjukkan kenaikan dari perolehan cukai tahun 2009 yang mencapai Rp. 53,9 triliun. Di sisi lain sektor industri hasil tembakau (IHT) disebutkan mampu menyerap 6,1 juta orang. Masing-masing terdiri dari kalangan petani tembakau (sebanyak) 2 juta orang, petani cengkeh 1,5 juta, tenaga kerja pabrik rokok 600 ribu orang, pengecer dan pedagang asongan 1 juta, serta advertising, percetakan, dan jasa transportasi sebanyak 1 juta orang.
Kebiasaan mengkonsumsi tembakau ini tidak hanya berdampak negatif terhadap kesehatan, tetapi juga memiliki dampak bagi sektor ekonomi. Berdasarkan penelitian Kosen, dkk (2009)  menunjukkan bahwa kerugian ekonomi total penduduk Indonesia dalam setahun akibat konsumsi produk tembakau mencapai Rp.338,75 trilliun, atau lebih dari enam kali pendapatan cukai rokok pemerintah pada tahun 2009 yang hanya Rp. 53,9 trilliun.
Penelitian lain berkaitan dampak ekonomi rokok, dilakukan oleh Alimin Maidin, sebagaimana yang disampaikan dalam pidato pengukuhannya sebagai Guru Besar Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin Makassar, 2011,  berjudul “Kerugian Ekonomi Akibat AIDS dan Rokok".  Alimin Maidin mengemukakan bahwa jumlah perokok di Kota Makassar mencapai 287.300 orang atau 22,1 % dari total penduduk, yang rata-rata mengkonsumsi 10,6 batang per hari. Hal ini berarti, ada 3 juta batang rokok yang dibakar setiap hari di kota Makassar. Bila harga per batang rokok Rp. 100,- maka biaya yang dikeluarkan oleh perokok di Kota Makassar mencapai Rp. 3 miliar perhari, sebulan mencapai Rp.90 miliar, dan  setahun mencapai Rp.1,08 triliun. Angka ini sama dengan 74 % PAD Kota Makassar tahun 2010, yang sebesar Rp.1,452 triliun. Atau bila dikonversi ke pembangunan rumah ibadah maka dapat disetarakan dengan 60 buah rumah ibadah ukuran 20 m x 30 m = 600 m2, yang “dibakar”setiap bulannya di  Kota Makassar. Dengan asumsi, biaya per meternya adalah Rp. 2,5 juta (Rp.1,5 miliar per unit rumah ibadah).
Memperhatikan besarnya kerugian ekonomi serta besarnya biaya yang harus dikeluarkan untuk mengatasi dampak negatif tembakau terhadap kesehatan,  maka tidak ada pilihan lain bagi profesi kesehatan di Indonesia selain bersama-sama berjuang untuk sesuatu yang diyakini benar dan baik,  guna melindungi masyarakat dari dampak negatif akibat tembakau.
Oleh karena itu organisasi profesi kesehatan (IAI, IAKMI, IBI, IDI, PDGI, dan PPNI)  yang hari ini akan mendeklarasikan Koalisi Profesi Kesehatan (KPK) Anti Rokok, perlu melakukan upaya-upaya strategis baik ditujukan kepada masyarakat maupun kepada penentu/pengambil kebijakan.
Untuk masyarakat, menurut hemat kami, ada 3 upaya penanggulangan yang dapat dilakukan, yaitu upaya promotif dan preventif, upaya rehabilitatif, serta upaya kuratif. Sedangkan kepada penentu dan pengambil kebijakan, tak ada kata lain selain aktif melakukan advokasi mulai dari derajat rendah sampai derajat tinggi.
Upaya pertama; promotif dan preventif. Upaya ini harus lebih ditekankan mengingat karakteristik tembakau disamping banyak mengandung zat yang mengganggu kesehatan, juga karena tembakau merupakan zat adiktif yang menyebabkan pemakainya sangat sulit berhenti karena ketagihan. Upaya promotif dan preventif diarahkan semaksimal mungkin agar seseorang terutama, bayi, anak, dan remaja tidak terpapar oleh produk tembakau.
Kedua; kita harus menggalakkan upaya rehabilitatif. Upaya ini diarahkan kepada seseorang terutama anak muda/remaja yang sudah terlanjur ketagihan merokok untuk dipulihkan dari kondisi ketagihannya, sehingga dapat dicegah dari gangguan kesehatan yang amat serius akibat dampak negatif tembakau.
Ketiga; upaya kuratif terhadap seseorang yang sakit agar segera mendapatkan pertolongan dengan baik sehingga sakit yang timbul akibat rokok dapat disembuhkan atau paling tidak kondisi penyakitnya tidak semakin memburuk.
Selain upaya tersebut, kegiatan advokasi  pun mesti dilakukan secara bersinambung kepada pengambil dan penentu kebijakan (eksekutif dan legislatif) tanpa mengenal lelah. Misalnya mengadvokasi lahirnya peraturan perundang-undangan yang ditujukan untuk melindungi masyarakat dari dampak negatif tembakau. Koalisi hendaknya melakukan advokasi dan kampanye terus-menerus berkaitan pengontrolan periklanan rokok, pengaturan area tanpa tembakau, pengaturan tempat penjualan rokok, pengaturan penjualan rokok eceran, pelarangan merokok terhadap anak dan remaja, pemberlakuan cukai tinggi terhadap rokok, dan lain sebagainya.
Pada akhirnya terpulang kepada kita semua, terutama Pemerintah Indonesia, sejauh mana ia beritkad baik untuk menyelamatkan generasi  bangsa dan kemudian menciptakan “Generasi Emas”, yang sehat dan cerdas.  Jika memang pemerintah bersungguh-sungguh ingin melindungi dan mewujudkan “Generasi Emas" bangsa, tentu sesegera mungkin meratifikasi FCTC (Framework Convention on Tobacco Control), yang mana Indonesia sendiri ikut aktif mendeklarasikannya. Selanjutnya pemerintah pun tidak sepantasnya memiliki nilai “toleransi” atau nilai “mubah” terhadap suatu produk yang diketahui membahayakan kesehatan dan kehidupan umat manusia, sekalipun produk tersebut membawa manfaat ekonomi atau politik.
Mari kita terus belajar menepati komitmen dan kembali kepada prinsip, “mencegah penyakit lebih baik dari pada mengobati”.


Thursday, 24 May 2012

PERBANKAN DAN KEAMANAN NASABAH


Pertumbuhan ekonomi Indonesia yang cukup bagus dalam beberapa tahun terakhir terus mendapatkan apresiasi dari masyarakat luas, baik dari dalam maupun luar negeri. Investasi yang terus meningkat di dalam negeri menunjukkan kepercayaan para investor untuk menanamkan dan menggerakkan modalnya di Indonesia.

Perbankan kita menangkap kesempatan ini dengan menawarkan banyak program dengan beragam keuntungan dan kemudahan yang bisa diperoleh. Salah satunya adalah program Setor Tunai yang menawarkan kemudahan bertransaksi swalayan di mesin ATM tanpa harus ngantri di teller bank. Sayangnya, kemudahan ini tidak dilengkapi dengan system yang menjamin keamanan uang nasabah. Hal ini dialami sendiri oleh saya.

Pada Selasa malam, tanggal 22 Mei 2012 kemarin, saya bertransaksi setor tunai di ATM Bank Mandiri Cabang Tebet Soepomo. Saya harus menyetorkan uang ke rekening malam itu juga karena besoknya saya harus keluar kota. Pada saat transaksi, saya memasukkan lembaran dengan jumlah lebih dari 20 lembar (jumlah kapasitas mesin ATM), saya memasukkan 50 lembar. Dengan segera, ATM tidak bisa melanjutkan transaksi dan muncul promp-out; “ATM TIDAK DAPAT MELAKUKAN TRANSAKSI”. Terang saja saya panik, karena ketika saya mengecek saldo, jumlah yang saya masukkan ke mesin ATM tidak tertambahkan. Jumlahnya mungkin memang tidak seberapa, tapi buat saya sangat berarti.

Saya lalu melaporkan kejadian ini ke satpam bank. Dia meminta fotokopi kartu ATM, KTP, dan juga struk transaksi terakhir (dimana tentu saja transaksi setoran terakhir tidak tercatat). Pak Satpam juga menjamin bahwa mesin ATM sudah dalam keadaan offline dan tidak bisa digunakan sebelum dibongkar dan uang di dalamnya dikeluarkan. Beliau juga menyarankan untuk membuat laporan ke Bank Mandiri terdekat. Setelah meninggalkan ATM, saya juga melaporkan hal ini ke Call Center Bank Mandiri. Operator menyarankan hal yang sama; membuat laporan dan menunggu perkembangan. 

Pagi ini, Kamis 24 Mei 2012, saya pun melaporkan hal yang menimpa saya ini ke Bank Mandiri Cabang Tebet Soepomo. Saya lihat mesin ATM yang bermasalah itu ntelah kembali beroperasi, yang berarti sang mesin sudah dibongkar dan tentu berita acara pembongkaran sudah dilihat oleh pihak Bank Mandiri Cabang Tebet Soepomo (ngarepnya bgitu). Namun ternyata, saya hanya diminta membuat laporan oleh pihak Bank Mandiri, dan menunggu proses lebih lanjut yang kata petugas; memakan waktu sampai 20 hari !!! Pihak petugas beralasan bahwa waktu sedemikian banyak diperlukan karena manajemen ATM dan Bank Mandiri itu terpisah sehingga dibutuhkan koordinasi.

Yang menjadi kegusaran saya adalah bahwa dalam kasus ini, posisi nasabah menjadi sangat tidak aman. Pertama, system komputasi mesin ATM yang sangat tidak aman. Saya tidak tahu bahasa komputasi yang dipergunakan oleh mesin ATM ini. Tapi jika setiap kesalahan input kemudian harus mematikan system (alih-alih memulai system dari awal). Kesalahan memasukkan jumlah lembaran bukanlah kesalahan fatal yang harus ditangani dengan mematikan system, kesalahan ini seharusnya dapat ditangani dengan memulai system dari awal (mengeluarkan lembaran dan meminta untuk mengulangi proses dengan benar), seperti di bank tetangga. Bank Mandiri yang mengklaim sebagai Bank terbesar di negeri ini ternyata masih menggunakan system bahasa komputasi yang tidak aman, adalah sebuah hal besar yang menimbulkan kesangsian atas keamanan transaksi perbankan negeri.

Kedua, keterpisahan manajemen antara bank dan pengelola ATM mungkin dapat dimaklumi, mengingat keterbatasan modal dan azas pemerataan. Tapi keterpisahan manajemen itu tidak kemudian sebegitu jauhnya sehingga membutuhkan 20 hari untuk menyelesaikan masalah semacam ini. Seharunya setiap kantor cabang bank mendapatkan salinan berita acara pembongkaran dan perbaikan mesin atm di wilayah cabangnya sehingga dapat memberikan kepastian kepada nasabah mengenai proses yang terjadi. Akan sangat berbeda jika berada dalam masa 20 hari namun ada kepastian dibandingkan dengan 20 hari tapi tanpa kepastian apa-apa. Pihak Bank Mandiri dengan ini telah merampas hak nasabah atas kepastian transaksi yang dilakukannya.

Ini sekedar unek-unek dan kritikan untuk Bank Mandiri agar dapat meningkatkan layanannya. Sekali lagi, nasabah membutuhkan jaminan keamanan transaksi perbankan. Jika hal ini tidak dapat diberikan oleh industry perbankan negeri ini, maka jangan heran jika orang kaya kita lebih memilih menabung di luar negeri yang punya system keamanan lebih baik.