Menjadi ibu rumah tangga sering dianggap pekerjaan yang remeh-temeh
oleh kebanyakan orang. Anggapan ibu rumah tangga yang hanya bergelut
dengan “dapur” dan “kasur” kadang membuat sebagian ibu merasa minder
jika ditanya mengenai pekerjaan dengan mengatakan “aku saya cuma Ibu
rumah tangga”. Apalagi jika latar ibu rumah tangga tersebut seorang
yang berpendidikan tinggi, dianggap punya potensi untuk berkarir.
Seringkali terdengar komentar yang ditujukan kepada wanita yang memilih
mengabdikan hidupnya untuk keluarga ini dengan nada yang menyayangkan.
Misalnya “Sayang ya sudah sekolah tinggi-tinggi cuma jadi ibu rumah
tangga”. Demikian Dr. Fitria N. Pulukadang mengawali peresentasinya
pada diskusi terbatas yang diselenggarakan Yayasan Gerakan Masyarakat
Sadar Gizi , dalam rangka Hari Ibu ke 83 Tahun 2011, di Café Nona Bola,
Jakarta Pusat, Senin pagi (19/12).
Lebih lanjut, Fitria yang kini menjadi aktivis dan Pengurus Yayasan
Gerakan Masyarakat Sadar Gizi, mengatakan ibu adalah madrasah pertama
untuk anak-anaknya, tempat dimana anak mendapat asuhan dan diberi
pendidikan pertama bahkan mungkin sejak dalam kandungan. Seorang ibu
secara sadar atau tak sadar telah memberi pendidikan kepada sang janin,
karena menurut penelitian bahwa bayi dalam kandungan sudah bisa
mendengar bahkan ikut merasakan suasana hati sang ibunda. Belum lagi
pendidikan yang diberikan pada saat ibu menyusui bayinya.Tak heran jika
ikatan emosional dari seorang ibu kepada anak tampak lebih dibanding
dengan dari ayah. Melihat pentingnya peran ibu, ibu hamil, dan bahkan
calon ibu, sehingga ia harus mendapatkan perhatian serius.Kita harus
bisa melindungi ibu dari berbagai himpitan masalah gizi dan kesehatan.
Dari sisi status kesehatan , angka kematian ibu (AKI) Indonesia
secara Nasional dari tahun 1994 sampai dengan tahun 2007, dimana
menunjukkan penurunan yang signifikan dari tahun ke tahun. Berdasarkan
SDKI survei terakhir tahun 2007 AKI Indonesia sebesar 228 per 100.000
Kelahiran Hidup, meskipun demikian angka tersebut masih tertinggi di
Asia.Prevalensi nasional kurang energi kronis pada perempuan usia subur
(berdasarkan LILA yang disesuaikan dengan umur) adalah 13,6%. Sebanyak
10 provinsi mempunyai prevalensi kurang energi kronis pada perempuan
usia subur di atas prevalensi nasional, yaitu DKI Jakarta, Jawa Tengah,
DI Yogyakarta, Jawa Timur, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Selatan,
Sulawesi Tenggara, Maluku, Papua Barat, dan Papua. Sementara itu, nilai
rerata nasional Kadar Hemoglobin Pada Perempuan Dewasa adalah
13,00 g/dl. Sebanyak 17 provinsi mempunyai nilai rerata Kadar Hemoglobin
pada perempuan dewasa dibawah nilai rerata nasional, yaitu Sumatera
Utara, Sumatera Barat, Riau, Lampung, Bangka Belitung, DKI Jakarta, Jawa
Tengah, DI Yogyakarta, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan
Selatan, Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara,
Gorontalo, Maluku, dan Maluku Utara. Sedangkan kondisi anemia pada ibu
hamil memperbesar resiko kematian saat melahirkan serta penyakit pasca
melahirkan. Jika masalah anemia pada perempuan dewasa ini tidak juga
diatasi maka angka kematian ibu (AKI) masih dikhawatirkan sulit untuk
diturunkan.
Masalah kesehatan lain yang dihadapi oleh kaum ibu atau perempuan
adalah infeksi HIV/AIDS. Jumlah perempuan yang terinfeksi HIV AIDS di
Indonesia terus meningkat dengan cepat. Di Indonesia saat ini terdapat
sekitar 40.000 ibu rumah tangga yang terkena HIV AIDS karena tertular
dari suami mereka. Semuanya itu menujukkan masih rendahnya perhatian dan
belum bisanya kita menempatkan ibu pada kedudukan yang terpandang,
ungkap Fitria.
Pada kesempatan yang sama Dr. Tirta Prawita Sari, MSc, Ketua Yayasan
Gerakan Masyarakat Sadar Gizi mengungkapkan bahwa golongan yang paling
rentan terhadap kekurangan gizi adalah ibu hamil, bayi, dan balita.
Bahkan jauh sebelum ia hamil terkadang sudah rentan. Tingginya
prevalensi anemia dan kurang energi protein pada ibu hamil, atau bahkan
juga bagi kelompok wanita usia subur, menjadi petunjuk kerentanan
itu.Tak hanya itu, buruknya sistem pelayanan kesehatan ibu hamil,
persalinan, dan angka kematian ibu yang masih tinggi, serta tidak
masuknya kehamilan dalam item yang ditanggung oleh sistem asuransi,
menjadi pertanda lain betapa bangsa ini abai dalam mengelola asetnya.
Membiarkan ibu hamil dan juga perempuan usia subur berada dalam keadaan
kurang gizi berarti telah menempatkan bangsa ini dalam bahaya, imbuh
Tirta.Tirta, yang juga dosen Ilmu Gizi Klinik Fakultas Kedokteran dan
Kesehatan Universitas Muhammadiyah Jakarta, menyatakan bahwa ibu atau
perempuan usia subur merupakan investasi sempurna bila ingin mendapatkan
bangsa dengan status gizi yang baik. Kehadirannya bukan hanya karena
menjadi ladang persemaian benih atau tempat menumbuhkan generasi baru,
namun peran lain yang lebih mendasar.
Ibu adalah peletak dasar segala prilaku sehat di rumah. Seorang ibu
yang telah tercerahkan oleh pentingnya nutrisi dan kesehatan akan
menjadi lokomotif bagi keluarga dalam menjamin ketersedian gizi
seimbang. Bahkan dalam keterbatasan sumber daya ekonomi, seorang ibu
yang telah memahami gizi mampu menyediakan makanan dengan gizi seimbang,
karena sejatinya, gizi seimbang bukanlah makanan mewah yang begitu
sulit untuk diperoleh. Gizi seimbang haruslah dapat dipenuhi oleh
kelompok sosial ekonomi apapun dan sebaiknya haruslah mengikuti kearifan
lokal, sehingga mudah diperoleh oleh keluarga.Pendidikan secara
kontinyu pada kelompok ibu dan kemudian diterapkan akan menjadi “proyek”
efektif dan efisien untuk mengatasi masalah gizi di Indonesia. Tak
perlu program ambisius yang menyita banyak dana, cukup siapkan saja
sepasukan ibu sadar gizi, maka bangsa ini insya Allah akan terlindungi
dari segala masalah gizi. Sebagai contoh adalah pemerintah Gambia yang
telah berhasil mengatasi masalah kurang energi protein pada wanita
hamil. Mereka menyediakan biskuit tinggi energi bagi wanita hamil untuk
mengatasi masalah tingginya prevalensi bayi berat lahir rendah, dan
upaya ini ternyata berhasil menurunkan prevalensi tersebut hingga 50%
(1997).
Contoh lain menurut Tirta, yang berkaitan ketepatan target dan
intervensi bisa dipelajari dari pemerintah Nigeria. Analisis masalah
yang kuat terhadap masalah gizi akan menghasilkan problem solving yang
efektif. Wanita di desa Kwaren Sabre, Nigeria memiliki beban kerja yang
sangat tinggi. Setiap harinya mereka harus bekerja di ladang, akibatnya
tak banyak waktu dan energi yang tersedia untuk mengurus anak-anak
mereka, sehingga banyak ditemukan anak dengan status gizi kurang.
Kondisi ini kemudian disikapi dengan mengurangi tanggung jawab ibu untuk
bekerja di luar rumah, supaya mereka memiliki banyak waktu untuk
memperhatikan dan mengasuh anak-anaknya. Pengurangan beban kerja ini
berhasil menurunkan angka malnutrisi sebanyak 10% dalam waktu satu tahun
(1995 – 1996).
Dari contoh di atas, jelas menunjukkan bahwa gizi seimbang itu tak
hanya meliputi penyediaan dan proses pengolahan, namun bagaimana ia
dihantarkan hingga masuk kedalam sistem pencernaan anak. Persoalan utama
dari rendahnya asupan gizi seimbang pada anak, bukan hanya terletak
pada ketersediaan pangan yang baik dan penanganan penyakit infeksi,
tetapi lebih pada kecerdasan ibu dalam memberikan pendekatan persuasif
dan ketersedian waktu untuk mencurahkan perhatian terhadap anak agar mau
menyantap menu seimbang tersebut.Upaya persuasi tersebut bukanlah hal
sederhana, mengingat setiap anak memiliki selera dan kemerdekaaan dalam
menentukan kesukaan mereka. Dan agar upaya ini berhasil, seorang ibu
juga harus mampu mengendalikan faktor eksternal anak yang akan
mempengaruhi selera anak. Ibu adalah pembentuk pola makan seimbang bagi
anak. Seorang ibu yang tidak menyukai ikan biasanya secara tak sadar
akan menularkan ketidak-sukaan tersebut pada anaknya. Ibu yang melek
gizi akan menyiapkan preferensi anak dari sejak dini, ia akan menyiapkan
anak untuk hanya menyukai makanan bergizi baik. Ibu adalah peletak
dasar prilaku sehat di rumah dan proteksi utama masalah kesehatan sebuah
keluarga dari segala bahaya kesehatan, ungkap Tirta dalam menutup
paparannya.
sumber : www.sadargizi.com
Friday, 23 December 2011
Nutrisi dan Anti Retroviral bagi Masa Depan Terapi Sang Pembawa Virus
(Menyambut Hari AIDS Se-Dunia 1 Desember 2011 – Yayasan Gema Sadar Gizi)
Jakarta (28/11-2011). Penyakit AIDS pertama sekali dilaporkan pada tanggal 5 Juni 1981, oleh CDC Amerika Serikat yang menemukan Pneumonia Pneumositis pada lima laki-laki homoseksual di Los Angeles. Sejak saat itu juga teridentifikasi penyebabnya yaitu Human Immunodeficiency Virus (HIV). Terhitung sudah lebih dari 30 tahun perjalanan kasus HIV/AIDS menghantui dunia kedokteran dan masyarakat dunia sebagai suatu penyakit yang belum ditemukan obat penyembuhnya.
Saat ini tercatat kurang lebih 5,2 juta penderita HIV/AIDS seluruh dunia (WHO) yang pada tahun sebelumnya hanya tercatat 1,2 juta kasus. Demikian Dr. Mahesa Paranadipa, anggota Dewan Pengawas Yayasan Gema Sadar Gizi ketika menyampaikan pengantar diskusi terbatas menyambut Hari AIDS Sedunia 2011, di Café Nona Bola Menteng Jakarta Pusat. Begitu banyak eksperimen pada hewan coba maupun langsung pada pasien HIV/AIDS telah dilakukan untuk mencari obat penyembuh penyakit yang mempengaruhi psikologis penduduk dunia saat ini.
Namun hingga saat ini hanya obat-obat Anti Retroviral yang diyakini dapat menghambat perkembangan HIV pada tubuh orang terinfeksi HIV. Begitu baiknya hasil terapi obat retroviral sehingga dapat menekan angka kematian dan angka kesakitan secara bermakna; hal yang secara tidak langsung memperpanjang usia harapan hidup sekaligus memberikan waktu bagi penderita untuk melakukan hal-hal yang produktif. ARV saat ini juga dipandang sebagai alat untuk pencegahan penularan. Beberapa penelitian mengungkapkan bahwa pemberian ARV akan mencegah penularan sebesar 92 %.
Yang sering terlupakan adalah manfaat pemberian nutrisi kepada pasien HIV/AIDS ini. Dr.Tirta Prawita Sari, MSc., selaku Ketua Yayasan Gema Sadar Gizi yang juga dosen Gizi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Jakarta, berkesempatan berbagi beberapa informasi mengungkap manfaat nutrisi ini. Menurut Tirta, HIV dalam tubuh manusia menyebabkan terjadinya pelepasan mediator inflamasi yang akibatnya akan menyebabkan terganggunya metabolisme nutrisi makro (karbo, protein, lemak). Hal ini akan mengakibatkan gangguan metabolisme seperti hiperglikemia, dislipidemia dan hipoalbuminemia. Mediator inflamasi (sitokin) yang dilepaskan juga dapat menyebabkan proteolisis atau pemecahan protein tubuh. Hal ini terutama terjadi di otot; inilah yang menyebabkan terjadinya muscle wasting. Gangguan metabolisme dan muscle wasting yang terjadi menyebabkan nutrien tesebut tidak dapat digunakan sebagai energi sehingga status gizi menurun.
Lebih lanjut Tirta menyampaikan buruknya nafsu makan dan meningkatnya kebutuhan tubuh ditambah kehilangan nutrisi, akan menyebabkan suplai dan demand nutrien yang tidak seimbang, padahal nutrisi yang adekuat terbukti mempengaruhi sistem imun. Prinsip terapi nutrisi paliatif adalah memberikan dukungan nutrisi pada pasien end stage yang tujuannya adalah untuk perbaikan kualitas hidup. Sehingga pada saat akhir hidupnya akan dilalui dengan lebih baik. Pasien diizinkan untuk mengkonsumsi makanan apapun yang diinginkan tanpa bertujuan untuk memperbaiki sejumlah parameter laboratorium.
Nutrisi yang baik, yang diberikan dengan penuh kasih sayang, dan dimasak dengan cara yang membangkitkan selera akan membantu meningkatkan asupan nutrisi, sehingga pasien akan menjalani masa akhir hidupnya dengan baik. Sebenarnya nutrisi pada HIV/AIDS mutlak diberikan pada semua stadium kasus HIV, karena akan memberi pengaruh lebih besar, yaitu secara signifikan dapat memperlambat progresifitas penyakit dengan memperbaiki sistem imun. Nutrisi yang adekuat bisa memperbaiki status gizi. Status gizi yang baik berkorelasi positif dengan sistim imun, yaitu komponen utama yang diserang oleh HIV.
Pada bagian diskusi, Dr. Dyah Agustina Waluyo, selaku praktisi yang konsen pada persoalan HIV/AIDS menyampaikan bahwa saat ini kepedulian terhadap para penderita HIV/AIDS di Indonesia saat ini masih kurang, terutama dalam hal bantuan pembiayaan pengobatan, terutama pada pasien yang membutuhkan perawatan. Ini dibuktikan bahwa saat ini hanya Jamkesmas dan Jamkesda saja yang menjamin perawatan penderita HIV/AIDS. Bahkan Askes sendiri tidak memberikan ruang jaminan bagi penderita HIV/AIDS, apalagi asuransi komersial. Diskriminasi tampaknya masih terjadi bagi ODHA yang kebetulan PNS; dalam hal ini TNI POLRI lebih maju. Alasan tidak menjamin menurut Dyah hanya dicari-cari, padahal AIDS saat ini bukan lagi penyakit akibat prilaku semata, tapi penyakit infeksi yang semua orang bisa terkena.. “Maka seyogyanya HIV/AIDS memang dipandang seperti penyakit infeksi, toh dengan adanya ARV, penyakit ini menjadi penyakit yang dapat dikontrol. Prognosis jauh lebih baik dibandingkan kanker darah, misalnya,” saran Dyah lebih lanjut.
Dyah kembali menambahkan bahwa terapi ARV bisa mencegah penularan sebesar 92 persen. Artinya kalau pasien diberi terapi ARV, maka sebenarnya kita mencegah penularan pada yang lain. Dokter umum juga bisa berperan aktif dalam penatalaksanaan HIV/AIDS, terutama untuk melakukan konseling dan menganjurkan testing. Sekaligus tetap berperan untuk pencegahan, dalam hal ini termasuk konseling untuk perubahan prilaku. Peran lain yang lebih hulu adalah peran edukasi pada masyarakat, termasuk edukasi tentang kesehatan reproduksi (di sekolah-sekolah, dll), narkotika dan adiksi, serta tentang HIV/AIDS sendiri.
Dr. Zaenal Abidin, selaku pendiri Yayasan Gema Sadar Gizi, sangat mendukung penyataan pembicara sembelumnya. Karena pentingnya obat Anti Retroviral ini sehingga ia wajib tersedia dan terjaga kesinambungannya. Karena itu pengadaan obat produksi dalam negeri perlu didorong terus. Alasannya, obat dalam negeni akan relative lebih murah, lebih terjamin berkesinambungan dan tidak membuang devisa. Dikatakan relatif murah karena sekarang bahan baku dari luar pun juga mahal serta kita tidak punya biaya transport dari luar negeri. Selain itu, obat produksi dalam negeri mempunyai tanggal kadaluarsa ang lebih lama dibanding obat dari luar.
Memang, lanjut. Zaenal, obat dari luar kadang terkesan murah, namun belum termasuk ongkos kirim dan risiko yang wajib ditanggung pembeli bila terjadi kerusakan atau kehilangan barang mulai pada saat barang-barang berada diatas kapal di pelabuhan yang disebut atau dalam praktik tanggung jawab beralih ke pembeli pada saat lewatnya barang dari pagar kapal di pelabuhan pengapalan yang yang disebut bagi yang menggunakan angkutan laut atau sungai. Selain itu seringkali ada hambatan di imigrasi yang menyebabkan obat bisa tertahan di bandara atau pelabuhan berbulan-bulan. Akibatnya, terjadi kekosongan obat di sarana pelayanan.
Sebetulnya produksi dalam negeri kualitasnya baik. Cuma memang BUMN Farmasi yang memproduksi obat Anti Retroviral di Indonesia perlu mendapat dukungan lebih kuat dan lebih luas dari pemerintah dan masyarakat Indonesia agar mendapatkan kemudahan dalam
memproleh kualifikasi dari WHO dalam memproduksi obat-obat ARV.
Menurut Zaenal yang juga Ketua Umum Terpilih PB IDI ini, pemerintah pun harus memiliki keberanian untuk memakai produksi dalam negeri dan mengurangi ketergantungan kepada pihak luar. Mungkin pemerintah Indonesia bisa mencontoh India.
Pemerintah lanjut Zaenal seharusnya sudah punya antisipasi bila suatu ketika negara donor mengurangi atau karena sesuatu hal bahkan memutuskan bantuannya ke Indonesia. Dana yang dipakai membeli obat lebih banyak atau semua dari APBN. Tentu jauh lebih baik bila dana APBN ini dipakai untuk membeli obat produksi dalam negeri dibanding digunakan belanja obat Anti Retroviral di luar negeri.
Pemenuhan nutrisi bagi pasien HIV/AIDS memang sangat penting. Dan semua orang di dunia kesehatan memahami peran nurisi dalam mempercepat perbaikan sistem kekebalan pasien HIV/AIDS. Karena itu pula
diusulkan kepada pemerintah agar memasukkan terapi nutrisi ke dalam skema jaminan kesehatan/asuransi kesehatan.
Begitu pentingnya obat Anti Retroviral dan nutrsi bagi pasien HIV/AISD sehingga terapinya harus dijamin dan berjalan bersama, ungkap Zaenal sambil menutup diskusi.
sumber : http://www.sadargizi.com/?p=594
Jakarta (28/11-2011). Penyakit AIDS pertama sekali dilaporkan pada tanggal 5 Juni 1981, oleh CDC Amerika Serikat yang menemukan Pneumonia Pneumositis pada lima laki-laki homoseksual di Los Angeles. Sejak saat itu juga teridentifikasi penyebabnya yaitu Human Immunodeficiency Virus (HIV). Terhitung sudah lebih dari 30 tahun perjalanan kasus HIV/AIDS menghantui dunia kedokteran dan masyarakat dunia sebagai suatu penyakit yang belum ditemukan obat penyembuhnya.
Saat ini tercatat kurang lebih 5,2 juta penderita HIV/AIDS seluruh dunia (WHO) yang pada tahun sebelumnya hanya tercatat 1,2 juta kasus. Demikian Dr. Mahesa Paranadipa, anggota Dewan Pengawas Yayasan Gema Sadar Gizi ketika menyampaikan pengantar diskusi terbatas menyambut Hari AIDS Sedunia 2011, di Café Nona Bola Menteng Jakarta Pusat. Begitu banyak eksperimen pada hewan coba maupun langsung pada pasien HIV/AIDS telah dilakukan untuk mencari obat penyembuh penyakit yang mempengaruhi psikologis penduduk dunia saat ini.
Namun hingga saat ini hanya obat-obat Anti Retroviral yang diyakini dapat menghambat perkembangan HIV pada tubuh orang terinfeksi HIV. Begitu baiknya hasil terapi obat retroviral sehingga dapat menekan angka kematian dan angka kesakitan secara bermakna; hal yang secara tidak langsung memperpanjang usia harapan hidup sekaligus memberikan waktu bagi penderita untuk melakukan hal-hal yang produktif. ARV saat ini juga dipandang sebagai alat untuk pencegahan penularan. Beberapa penelitian mengungkapkan bahwa pemberian ARV akan mencegah penularan sebesar 92 %.
Yang sering terlupakan adalah manfaat pemberian nutrisi kepada pasien HIV/AIDS ini. Dr.Tirta Prawita Sari, MSc., selaku Ketua Yayasan Gema Sadar Gizi yang juga dosen Gizi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Jakarta, berkesempatan berbagi beberapa informasi mengungkap manfaat nutrisi ini. Menurut Tirta, HIV dalam tubuh manusia menyebabkan terjadinya pelepasan mediator inflamasi yang akibatnya akan menyebabkan terganggunya metabolisme nutrisi makro (karbo, protein, lemak). Hal ini akan mengakibatkan gangguan metabolisme seperti hiperglikemia, dislipidemia dan hipoalbuminemia. Mediator inflamasi (sitokin) yang dilepaskan juga dapat menyebabkan proteolisis atau pemecahan protein tubuh. Hal ini terutama terjadi di otot; inilah yang menyebabkan terjadinya muscle wasting. Gangguan metabolisme dan muscle wasting yang terjadi menyebabkan nutrien tesebut tidak dapat digunakan sebagai energi sehingga status gizi menurun.
Lebih lanjut Tirta menyampaikan buruknya nafsu makan dan meningkatnya kebutuhan tubuh ditambah kehilangan nutrisi, akan menyebabkan suplai dan demand nutrien yang tidak seimbang, padahal nutrisi yang adekuat terbukti mempengaruhi sistem imun. Prinsip terapi nutrisi paliatif adalah memberikan dukungan nutrisi pada pasien end stage yang tujuannya adalah untuk perbaikan kualitas hidup. Sehingga pada saat akhir hidupnya akan dilalui dengan lebih baik. Pasien diizinkan untuk mengkonsumsi makanan apapun yang diinginkan tanpa bertujuan untuk memperbaiki sejumlah parameter laboratorium.
Nutrisi yang baik, yang diberikan dengan penuh kasih sayang, dan dimasak dengan cara yang membangkitkan selera akan membantu meningkatkan asupan nutrisi, sehingga pasien akan menjalani masa akhir hidupnya dengan baik. Sebenarnya nutrisi pada HIV/AIDS mutlak diberikan pada semua stadium kasus HIV, karena akan memberi pengaruh lebih besar, yaitu secara signifikan dapat memperlambat progresifitas penyakit dengan memperbaiki sistem imun. Nutrisi yang adekuat bisa memperbaiki status gizi. Status gizi yang baik berkorelasi positif dengan sistim imun, yaitu komponen utama yang diserang oleh HIV.
Pada bagian diskusi, Dr. Dyah Agustina Waluyo, selaku praktisi yang konsen pada persoalan HIV/AIDS menyampaikan bahwa saat ini kepedulian terhadap para penderita HIV/AIDS di Indonesia saat ini masih kurang, terutama dalam hal bantuan pembiayaan pengobatan, terutama pada pasien yang membutuhkan perawatan. Ini dibuktikan bahwa saat ini hanya Jamkesmas dan Jamkesda saja yang menjamin perawatan penderita HIV/AIDS. Bahkan Askes sendiri tidak memberikan ruang jaminan bagi penderita HIV/AIDS, apalagi asuransi komersial. Diskriminasi tampaknya masih terjadi bagi ODHA yang kebetulan PNS; dalam hal ini TNI POLRI lebih maju. Alasan tidak menjamin menurut Dyah hanya dicari-cari, padahal AIDS saat ini bukan lagi penyakit akibat prilaku semata, tapi penyakit infeksi yang semua orang bisa terkena.. “Maka seyogyanya HIV/AIDS memang dipandang seperti penyakit infeksi, toh dengan adanya ARV, penyakit ini menjadi penyakit yang dapat dikontrol. Prognosis jauh lebih baik dibandingkan kanker darah, misalnya,” saran Dyah lebih lanjut.
Dyah kembali menambahkan bahwa terapi ARV bisa mencegah penularan sebesar 92 persen. Artinya kalau pasien diberi terapi ARV, maka sebenarnya kita mencegah penularan pada yang lain. Dokter umum juga bisa berperan aktif dalam penatalaksanaan HIV/AIDS, terutama untuk melakukan konseling dan menganjurkan testing. Sekaligus tetap berperan untuk pencegahan, dalam hal ini termasuk konseling untuk perubahan prilaku. Peran lain yang lebih hulu adalah peran edukasi pada masyarakat, termasuk edukasi tentang kesehatan reproduksi (di sekolah-sekolah, dll), narkotika dan adiksi, serta tentang HIV/AIDS sendiri.
Dr. Zaenal Abidin, selaku pendiri Yayasan Gema Sadar Gizi, sangat mendukung penyataan pembicara sembelumnya. Karena pentingnya obat Anti Retroviral ini sehingga ia wajib tersedia dan terjaga kesinambungannya. Karena itu pengadaan obat produksi dalam negeri perlu didorong terus. Alasannya, obat dalam negeni akan relative lebih murah, lebih terjamin berkesinambungan dan tidak membuang devisa. Dikatakan relatif murah karena sekarang bahan baku dari luar pun juga mahal serta kita tidak punya biaya transport dari luar negeri. Selain itu, obat produksi dalam negeri mempunyai tanggal kadaluarsa ang lebih lama dibanding obat dari luar.
Memang, lanjut. Zaenal, obat dari luar kadang terkesan murah, namun belum termasuk ongkos kirim dan risiko yang wajib ditanggung pembeli bila terjadi kerusakan atau kehilangan barang mulai pada saat barang-barang berada diatas kapal di pelabuhan yang disebut atau dalam praktik tanggung jawab beralih ke pembeli pada saat lewatnya barang dari pagar kapal di pelabuhan pengapalan yang yang disebut bagi yang menggunakan angkutan laut atau sungai. Selain itu seringkali ada hambatan di imigrasi yang menyebabkan obat bisa tertahan di bandara atau pelabuhan berbulan-bulan. Akibatnya, terjadi kekosongan obat di sarana pelayanan.
Sebetulnya produksi dalam negeri kualitasnya baik. Cuma memang BUMN Farmasi yang memproduksi obat Anti Retroviral di Indonesia perlu mendapat dukungan lebih kuat dan lebih luas dari pemerintah dan masyarakat Indonesia agar mendapatkan kemudahan dalam
memproleh kualifikasi dari WHO dalam memproduksi obat-obat ARV.
Menurut Zaenal yang juga Ketua Umum Terpilih PB IDI ini, pemerintah pun harus memiliki keberanian untuk memakai produksi dalam negeri dan mengurangi ketergantungan kepada pihak luar. Mungkin pemerintah Indonesia bisa mencontoh India.
Pemerintah lanjut Zaenal seharusnya sudah punya antisipasi bila suatu ketika negara donor mengurangi atau karena sesuatu hal bahkan memutuskan bantuannya ke Indonesia. Dana yang dipakai membeli obat lebih banyak atau semua dari APBN. Tentu jauh lebih baik bila dana APBN ini dipakai untuk membeli obat produksi dalam negeri dibanding digunakan belanja obat Anti Retroviral di luar negeri.
Pemenuhan nutrisi bagi pasien HIV/AIDS memang sangat penting. Dan semua orang di dunia kesehatan memahami peran nurisi dalam mempercepat perbaikan sistem kekebalan pasien HIV/AIDS. Karena itu pula
diusulkan kepada pemerintah agar memasukkan terapi nutrisi ke dalam skema jaminan kesehatan/asuransi kesehatan.
Begitu pentingnya obat Anti Retroviral dan nutrsi bagi pasien HIV/AISD sehingga terapinya harus dijamin dan berjalan bersama, ungkap Zaenal sambil menutup diskusi.
sumber : http://www.sadargizi.com/?p=594
Thursday, 1 December 2011
The 27th CMAAO Congress & 47th Council Meeting
THE NATURAL DISASTER
RELEATED TO HEALTH PROBLEM :
INDONESIA EXPERIENCE
Fachmi Idris
President of
Confideration Medical Association in Asia Oceania
Lectures of Public
Health Of Medical Faculty of Sriwijaya University, Indonesia
Experience of disaster has led to
management cycles strategies concepts for handling them. Those strategies are
based on :
1. The
definition oh the disaster itself, that is whether it consists of sudden impact
event or not
2. The
kind if disaster, is it natural or a man made disaster or both and
3. The
loss of lives or economic impact or both
In “ normal condition”, disaster
management cyles must start from preparedness and how to socialize the
community about the early warning signs, continuing to prevention and
mitigation program, reconstruction until rehabilitation. Actually the disaster
management cycles must not start from preparedness. It depends on whwn the
impact happened.
In Indonesia there are two kinds
of disasters, namely natural disaster and man made disaster. For the natural
disaster, Indonesia has land slides, volcanic eruption, earthquake, tsunami,
flood, tropical storm and “small tornadoes” (Indonesia term : Putting beliung)
and major epidemic diseases. For the man made disasters, Indonesia has
terrorist attacks, railroad accidents,aircraft crashes, sport disasters, fires
and shipwrecks.
In the context of health, for
example earthquake, the problem in Indonesia when handling the situation
related to people displacement and destruction of health facilities. The
problem of displacement is the characterof Indonesia people (victims) that
prefer to stay close the area of disaster and or stay in houses of relatives
near to unsafe area of disaster. The problem for health facilities is that,
frequently facilities are damaged and there are significant losses of some
medical equipment or laboratory materials. These problems make the health
service collapse, and at he same time the children and elderly became most
vulnerable without adequate health service. Infected wounds and respiratory
problems occur in trapped victims. But, different from tsunami that happened in
Aceh Indonesia in2004, many earthquakes in Indonesia did not kill victim
massively unless there are bad housing construction in the area of earthquake.
Another example of natural
disaster related to health problrm is sudden flood. It may cause so much death
caused by trauma, and it also leaves some severe injury. Hypothermia and respiratory infection were usual but not epidemics. There are also problems in
providing clean water supply leading the deterioration of sanitation causing an
increases of enteric and other water related diseases, like common diarrhea.
In term of Indonesia experience
when natural di sasters happen, the primary problem is the need to rehabilitate
the health services and facilities, intensify epidemiological surveillance and vector control, and increase the public
awarness on the true danger of the situation. Based on those experiences, it is
important to a high standard, and mitigation measures program in hospitals are
vital for avoiding loss of patient and staff, ensuring that facilities and
health services will function properly after disaster, and made victims always
far away from the area disaster .
Pre - Conference Seminar
November 10-12-2011, Taipei Taiwan
Friday, 11 November 2011
Cinta Gizi Bagi Anak Bangsa Untuk Indonesia Lebih Sehat
(Refleksi kerakyatan Hari Kesehatan Nasional 2011)
Membaca sebuah artikel di Kompas kemarin, bertepatan dengan peringatan Hari Pahlawan 10 November 2011, artikel yang berjudul “Indonesia Hadapi Gizi Buruk dan Obesitas”. Judul artikel yang sudah banyak diulas oleh banyak media nasional di tahun 2011 ini. Mengulas permasalahan gizi anak Indonesia yang memang sudah mendesak untuk diselesaikan (diulas juga health.kompas.com pada tanggal 25 Juli 2011 yang lalu).
Permasalahan dari sekian banyak masalah yang menjadi pekerjaan rumah utama bagi pemerintah Indonesia khususnya Kementrian Kesehatan sebagai leading sector, dengan tetap membutuhkan peran semua komponen bangsa. Namun khusus bulan ini, persoalan gizi dan kesehatan akan menjadi topik sentral dari pembicaran kalangan elit pemerintahan sebagai dampak ditetapkannya tanggal 12 November sebagai Hari Kesehatan Nasional.Hari Kesehatan Nasional (HKN) tahun ini bertema “Indonesia Cinta Sehat”. Demikian Dr. Mahesa Paranadipa, M.H dalam prawacana diskusinya.
Diskusi terbatas yang diselenggarakan di Cafe Nona Bola Menteng (10-11-2011) ini, dihadiri oleh segenap pengurus Yayasan Gerakan Masyarakat Sadar Gizi. Sebagai pemandu diskusi Mahesa kembali menyatakan bahwa pengertian kata cinta itu selalu dipersepsikan sebagai suatu perasaan yang tulus keluar dari hati setiap manusia terhadap sesuatu yang dianggapnya paling berharga. Kata cinta memiliki makna yang lebih mendalam daripada kata sayang. Maka jika kata cinta disandingkan dengan objek sehat, tentunya akan memberi makna betapa berharganya keadaan sehat, yang jika merujuk kepada definisi WHO (1950), sehat adalah suatu keadaan sehat jasmani, rohani dan sosial yang merupakan aspek positif dan tidak hanya bebas dari penyakit serta kecacatan yang merupakan aspek negative. Kata cinta kemudian juga layak disandingkan dengan pengorbanan, demi untuk mendapatkan kesehata yang telah menjadi prioritas utama dalam hidupnya, maka seseorang rela mengupayakan apapun untuk mendapatkannya dan berupaya keras untuk mempertahankannya. Kembali kepada tema “Indonesia Cinta Sehat”, dalam kata pengantar Panduan HKN 2011 disebutkan “Melalui tema ini diharapkan dapat meningkatkan semangat, kepedulian, komitmen dan gerakan nyata pembangunan kesehatan yang harus terus diperjuangkan oleh seluruh komponen bangsa". Hal ini, jika dihubungakan dengan artikel malnutrisi Kompas (10/11/2011), harus memberikan semangat gerakan nyata untuk memperbaiki permasalahan gizi, terutama gizi anak yang tentunya akan mempengaruhi keadaan generasi penerus bangsa.
Sementara itu Dr. Moh. Adib Khumaidi, SpOT yang juga merupakan pengurus yayasan menyitir hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2010 menunjukkan, prevalensi anak balita dengan berat kurang akibat kurangnya asupan gizi sebesar 17,9%, kependekan 35,6%, kekurusan 13,3%, dan kegemukan 14%. Gangguan pertumbuhan anak balita itu sejak usia 6 bulan. Gangguan pertumbuhan berupa berat kurang, kependekan, dan kekurusan banyak dialami anak di desa, orantua berpendidikan rendah, serta anak petani, nelayan, atau buruh.
Sebaliknya, kegemukan dominan pada anak perkotaan yang orangtuanya mapan. Pendidikan orangtua kurang berpengaruh. “Gangguan kecerdasan akibat kurang gizi berdampak seumur hidup, sedangkan kelebihan gizi hanya sementara,” kata Ketua Divisi Tumbuh Kembang Anak dan Remaja RSU Soetomo, Ahmad Suryawan. Hal seruap juga pernah disampaikan oleh Prof.Razak Thaha pada diskusi launching Yayasan Gema Sadar Gizi pada Juni 2010 yang lalu. Launching yang saat itu sempat dihadiri oleh almarhum Franky Sahilatua (semoga mendapat ketenangan disisiNya).
Walaupun data Riskesdas 2010 ini mendapat kritikan dari Panji Hadisoemarto (seorang pelajar Kesehatan Masyarakat Global, Universitas Harvard) yang ditulis di Kompasiana.com tanggal 7 April 2011, setidaknya data tersebut memberikan dasar untuk mengambil keputusan bagi komponen bangsa yang peduli terhadap permasalahan gizi. Salah satu dari komponen bangsa itu adalah Yayasan Gema Sadar Gizi.
Akhir-akhir ini, beberapa berita di media nasional memuat berita mengenai gizi buruk. Seperti kasus gizi buruk yang menimpa balita 11 bulan di jalan Bonto Duri Makassar, dimuat di Fajar Online 22 Oktober 2011. Menjadi ironis karena terjadi di daerah yang merupakan lumbung padi nasional. Selain itu, sebanyak 9.378 balita mengalami gizi buruk di Banten, dimuat di suarajabar.com 11November 2011. Salah satu provinsi yang juga merupakan lumbung padi nasional serta letaknya lebih dekat kepada Ibukota. Dan yang lebih ironis adalah berita mengenai balita berumur 3 tahun yang mengalami gizi buruk kemudian di rawat di RS Koja Jakarta Utara, dimuat di tempointeraktif.com 25 Agustus 2011. DI Jakarta, dimana perputaran uang terbesar di Republik ini ternyata hanya bisa dinikmati oleh mereka yang memiliki "kasta ekonomi" lebih tinggi
Dr.Zaenal Abidin, selaku pendiri yayasan, selalu menyampaikan bahwa jika persoalan gizi pada anak pada periode emas usia di bawah dua tahun dan pada masa kehamilan tidak juga tuntas diselesaikan maka siap-siap kita akan mendapatkan generasi dengan "otak kosong". Generasi dengan otak kosong hanya akan menjadi beban masyarakatnya karena akan menjadi generasi kurang produktif. Bahkan jika diberi setimulus sebanyak apa pun kepadanya, perkembangan kecerdasannya tetap lambat.
Pemerintah dan komponen bangsa yang lain harus bahu membahu untuk mencegah agar otak kosong ini tidak terjadi. Walaupun fakta ironis menyebutkan Human Development Index (HDI) Indonesia tahun 2011 ini menurun dari peringkat 109 pada tahun 2010 menjadi 128 dari 187 negara. Posisi yang lebih rendah dibandingkan Negara lain di ASEAN seperti Singapura, Malaysia, Brunei, Thailand, dan Filipina (Data UNDP,2011). Lebih lanjut, Dr.Zaenal menambahkan pemikiran mengenai solusi problematika gizi di negeri ini, diantarnya : (1) data dan pemetaan yang jelas mengenai kantong-kantong gizi kurang dan gizi buruk seluruh Indonesia; (2) pelaksanaan program harus terencana, mulai dari kegitan promotif-preventif-kuratif-rehabilitatif gizi.; (3) memaksimalkan potensi masyarakat dalam melakukan solidaritas sosial gizi dan; (4) memelopori/mengkoordinasikan dalam setiap aktivitas pemberdayaan gizi yang dilakukan oleh lembaga masyarakat
Sementara itu, Dr.Tirta Prawita Sari, MSc (Ketua Yayasan Gema Sadar Gizi), menyatakan masalah gizi di Indonesia telah mengalami beban ganda. Gizi kurang belum selesai (tetap banyak) namun di sisi lain gizi lebih memiliki grafik yang bergerak naik.
Tirta mengatakan bahwa pola asuh keluarga adalah salah satu upaya yang cukup strategis dalam pengentasan beban ganda gizi ini. Pola asuh tidak hanya bergantung pada peranan ibu, namun dukungan ayah dan lingkungan pun sangat dibutuhkan. Hal lain yang juga sangat penting adalah bagaimana memaksimalkan kearifan lokal/bahan gizi di sekitar tempat tinggal kita sebagai sumber daya dalam pemenuhan gizi anak. Perlu diketahui bahwa bahan lokal tidak kalah bahkan nilai gizinya bisa jadi lebih baik dibanding bahan makan pabrikan.
Selanjutnya, Tirta menyampaikan yayasan Gema Sadar Gizi sebagai salah satu lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang fokus pada pembinaan gizi berupa edukasi dan pola asuh gizi kepada masyarakat, mengharapkan agar pemerintahdapat memaksimalkan partisipasi LSM yang konsen dalam persoalan gizi, sehingga cita dan harapan dari HKN 2011 ini dapat dicapai.--
12/11/2011 Yayasan Gerakan Masyarakat Sadar Gizi
Membaca sebuah artikel di Kompas kemarin, bertepatan dengan peringatan Hari Pahlawan 10 November 2011, artikel yang berjudul “Indonesia Hadapi Gizi Buruk dan Obesitas”. Judul artikel yang sudah banyak diulas oleh banyak media nasional di tahun 2011 ini. Mengulas permasalahan gizi anak Indonesia yang memang sudah mendesak untuk diselesaikan (diulas juga health.kompas.com pada tanggal 25 Juli 2011 yang lalu).
Permasalahan dari sekian banyak masalah yang menjadi pekerjaan rumah utama bagi pemerintah Indonesia khususnya Kementrian Kesehatan sebagai leading sector, dengan tetap membutuhkan peran semua komponen bangsa. Namun khusus bulan ini, persoalan gizi dan kesehatan akan menjadi topik sentral dari pembicaran kalangan elit pemerintahan sebagai dampak ditetapkannya tanggal 12 November sebagai Hari Kesehatan Nasional.Hari Kesehatan Nasional (HKN) tahun ini bertema “Indonesia Cinta Sehat”. Demikian Dr. Mahesa Paranadipa, M.H dalam prawacana diskusinya.
Diskusi terbatas yang diselenggarakan di Cafe Nona Bola Menteng (10-11-2011) ini, dihadiri oleh segenap pengurus Yayasan Gerakan Masyarakat Sadar Gizi. Sebagai pemandu diskusi Mahesa kembali menyatakan bahwa pengertian kata cinta itu selalu dipersepsikan sebagai suatu perasaan yang tulus keluar dari hati setiap manusia terhadap sesuatu yang dianggapnya paling berharga. Kata cinta memiliki makna yang lebih mendalam daripada kata sayang. Maka jika kata cinta disandingkan dengan objek sehat, tentunya akan memberi makna betapa berharganya keadaan sehat, yang jika merujuk kepada definisi WHO (1950), sehat adalah suatu keadaan sehat jasmani, rohani dan sosial yang merupakan aspek positif dan tidak hanya bebas dari penyakit serta kecacatan yang merupakan aspek negative. Kata cinta kemudian juga layak disandingkan dengan pengorbanan, demi untuk mendapatkan kesehata yang telah menjadi prioritas utama dalam hidupnya, maka seseorang rela mengupayakan apapun untuk mendapatkannya dan berupaya keras untuk mempertahankannya. Kembali kepada tema “Indonesia Cinta Sehat”, dalam kata pengantar Panduan HKN 2011 disebutkan “Melalui tema ini diharapkan dapat meningkatkan semangat, kepedulian, komitmen dan gerakan nyata pembangunan kesehatan yang harus terus diperjuangkan oleh seluruh komponen bangsa". Hal ini, jika dihubungakan dengan artikel malnutrisi Kompas (10/11/2011), harus memberikan semangat gerakan nyata untuk memperbaiki permasalahan gizi, terutama gizi anak yang tentunya akan mempengaruhi keadaan generasi penerus bangsa.
Sementara itu Dr. Moh. Adib Khumaidi, SpOT yang juga merupakan pengurus yayasan menyitir hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2010 menunjukkan, prevalensi anak balita dengan berat kurang akibat kurangnya asupan gizi sebesar 17,9%, kependekan 35,6%, kekurusan 13,3%, dan kegemukan 14%. Gangguan pertumbuhan anak balita itu sejak usia 6 bulan. Gangguan pertumbuhan berupa berat kurang, kependekan, dan kekurusan banyak dialami anak di desa, orantua berpendidikan rendah, serta anak petani, nelayan, atau buruh.
Sebaliknya, kegemukan dominan pada anak perkotaan yang orangtuanya mapan. Pendidikan orangtua kurang berpengaruh. “Gangguan kecerdasan akibat kurang gizi berdampak seumur hidup, sedangkan kelebihan gizi hanya sementara,” kata Ketua Divisi Tumbuh Kembang Anak dan Remaja RSU Soetomo, Ahmad Suryawan. Hal seruap juga pernah disampaikan oleh Prof.Razak Thaha pada diskusi launching Yayasan Gema Sadar Gizi pada Juni 2010 yang lalu. Launching yang saat itu sempat dihadiri oleh almarhum Franky Sahilatua (semoga mendapat ketenangan disisiNya).
Walaupun data Riskesdas 2010 ini mendapat kritikan dari Panji Hadisoemarto (seorang pelajar Kesehatan Masyarakat Global, Universitas Harvard) yang ditulis di Kompasiana.com tanggal 7 April 2011, setidaknya data tersebut memberikan dasar untuk mengambil keputusan bagi komponen bangsa yang peduli terhadap permasalahan gizi. Salah satu dari komponen bangsa itu adalah Yayasan Gema Sadar Gizi.
Akhir-akhir ini, beberapa berita di media nasional memuat berita mengenai gizi buruk. Seperti kasus gizi buruk yang menimpa balita 11 bulan di jalan Bonto Duri Makassar, dimuat di Fajar Online 22 Oktober 2011. Menjadi ironis karena terjadi di daerah yang merupakan lumbung padi nasional. Selain itu, sebanyak 9.378 balita mengalami gizi buruk di Banten, dimuat di suarajabar.com 11November 2011. Salah satu provinsi yang juga merupakan lumbung padi nasional serta letaknya lebih dekat kepada Ibukota. Dan yang lebih ironis adalah berita mengenai balita berumur 3 tahun yang mengalami gizi buruk kemudian di rawat di RS Koja Jakarta Utara, dimuat di tempointeraktif.com 25 Agustus 2011. DI Jakarta, dimana perputaran uang terbesar di Republik ini ternyata hanya bisa dinikmati oleh mereka yang memiliki "kasta ekonomi" lebih tinggi
Dr.Zaenal Abidin, selaku pendiri yayasan, selalu menyampaikan bahwa jika persoalan gizi pada anak pada periode emas usia di bawah dua tahun dan pada masa kehamilan tidak juga tuntas diselesaikan maka siap-siap kita akan mendapatkan generasi dengan "otak kosong". Generasi dengan otak kosong hanya akan menjadi beban masyarakatnya karena akan menjadi generasi kurang produktif. Bahkan jika diberi setimulus sebanyak apa pun kepadanya, perkembangan kecerdasannya tetap lambat.
Pemerintah dan komponen bangsa yang lain harus bahu membahu untuk mencegah agar otak kosong ini tidak terjadi. Walaupun fakta ironis menyebutkan Human Development Index (HDI) Indonesia tahun 2011 ini menurun dari peringkat 109 pada tahun 2010 menjadi 128 dari 187 negara. Posisi yang lebih rendah dibandingkan Negara lain di ASEAN seperti Singapura, Malaysia, Brunei, Thailand, dan Filipina (Data UNDP,2011). Lebih lanjut, Dr.Zaenal menambahkan pemikiran mengenai solusi problematika gizi di negeri ini, diantarnya : (1) data dan pemetaan yang jelas mengenai kantong-kantong gizi kurang dan gizi buruk seluruh Indonesia; (2) pelaksanaan program harus terencana, mulai dari kegitan promotif-preventif-kuratif-rehabilitatif gizi.; (3) memaksimalkan potensi masyarakat dalam melakukan solidaritas sosial gizi dan; (4) memelopori/mengkoordinasikan dalam setiap aktivitas pemberdayaan gizi yang dilakukan oleh lembaga masyarakat
Sementara itu, Dr.Tirta Prawita Sari, MSc (Ketua Yayasan Gema Sadar Gizi), menyatakan masalah gizi di Indonesia telah mengalami beban ganda. Gizi kurang belum selesai (tetap banyak) namun di sisi lain gizi lebih memiliki grafik yang bergerak naik.
Tirta mengatakan bahwa pola asuh keluarga adalah salah satu upaya yang cukup strategis dalam pengentasan beban ganda gizi ini. Pola asuh tidak hanya bergantung pada peranan ibu, namun dukungan ayah dan lingkungan pun sangat dibutuhkan. Hal lain yang juga sangat penting adalah bagaimana memaksimalkan kearifan lokal/bahan gizi di sekitar tempat tinggal kita sebagai sumber daya dalam pemenuhan gizi anak. Perlu diketahui bahwa bahan lokal tidak kalah bahkan nilai gizinya bisa jadi lebih baik dibanding bahan makan pabrikan.
Selanjutnya, Tirta menyampaikan yayasan Gema Sadar Gizi sebagai salah satu lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang fokus pada pembinaan gizi berupa edukasi dan pola asuh gizi kepada masyarakat, mengharapkan agar pemerintahdapat memaksimalkan partisipasi LSM yang konsen dalam persoalan gizi, sehingga cita dan harapan dari HKN 2011 ini dapat dicapai.--
12/11/2011 Yayasan Gerakan Masyarakat Sadar Gizi
Thursday, 10 November 2011
VIRUS HEPATITIS A
Informasi mengenai terjangkitnya infeksi Hepatitis
virus akut A di salah satu SMAK Negeri di Depok memang cukup
mengagetkan. Sampai saat ini berita dari media menyebutkan sudah 68
siswa yang terserang infeksi Hepatitis A tersebut bahkan sudah ada 3
guru yang juga turut terinfeksi. Bahkan saat ini sekolah diliburkan
selama 1 minggu.
Kita tahu bahwa infeksi hepatitis A merupakan infeksi yang endemis di masyarakat kita, rasanya di akhir musim kemarau ini, saya juga sudah menangani beberapa kasus hepatitis A. Pada kesempatan ini saya ingin menyampaikan beberapa hal yang memang perlu diketahui mengenai penyakit ini.
Hepatitis A adalah infeksi hati yang disebabkan oleh virus hepatitis A, ditularkan melalui makanan dan minuman dan juga melalui kontak langsung. Selain itu hubungan seksual juga bisa menjadi penyebab tertular hepatitis A jika melakukan sekusual secara anal atau oral. Virus ini terdapat pada feses pasien yang terinfeksi, oleh karena itu makanan dan minuman menjadi media utama penyebab penularan infeksi ini. Kasus di Depok memang masih menunggu hasil penelitian yang dilakukan tetapi saya menduga berasal dari makanan atau minuman yang tercemar. Karena sebenarnya tidak mudah untuk tertular dari satu orang ke orang lain yang hanya bertemu di sekolah.
Pasien dengan hepatitis A, biasanya datang sudah kuning dan BAK seperti air teh. Sebelumnya pasien mengalami common cold, seperti orang yang mengalami gejala flu, sakit2 badan, mual dan kadang disertai muntah, nafsu makan menurun dan lemas . Pasien juga merasakan nyeri di perut kanan atas karena memang pasien dengan infeksi hepatitis A yang meradang adalah ilvernya yang sebagian besar berada di perut kanan atas. Pemeriksaan laboratorium menunjukkan peningkatan kadar bilirubin dan peningkatan yang tinggi dari SGOT dan SGPT. Pemeriksaan antibodi terhadap virus hepatitis A (anti HAV) yang memastikan bahwa seseorang tersebut terjangkit infeksi heatitis A.
Masa inkubasi yaitu masa masuknya penyakit sampai timbul gejala berlangsung antara 2-6 minggu. Penyakit ini bisa sembuh total dan yang penting pasien harus istirahat total. Obat-obat yang diberikan sifatnya hanya menghilangkan gejala yang muncul misal, jika diare diberikan obat anti diare, kalau mual diberikan anti mual jika demam diberikan obat anti demam jika lemas diberikan vitamin dan asupan makannya diperhaikan. Pasien memang perlu diisolasi dan jangan tidur sekamar dengan orang sehat, di RS pun biasanya pasien tidur hanyak sendiri di kamar dan dipisah dengan pasien lain. Sebagian pasien memang tidak perlu dirawat tetapi jika mual dan muntah dan tidak mau makan sebaiknya memang dirawat untuk mendapat infus cairan dan makanan.
Hepatitis virus A tidak bisa menjadi hepatitis B. Karena memang virus penyebabnya berbeda. Oleh karena itu kalau pernah divaksinasi oleh vaksin hepatitis B tidak berarti juga sudah terlindungi dari infeksi virus hepatitis A. Tetapi bisa saja dalam satu kasus pasien mengalami 2 macam infeksi yaitu infeksi virus B dan juga hepatitis virus A. Pencegahan yang terpenting adalah hidup sehat dengan makan yang teratur dan cukup gizi, istirahat cukup dan banyak mengkonsumsi buah dan sayur-sayuran. Cuci tangan pakai sabun yang rutin, sebelum dan sesudah makan dan setelah keluar dari toilet, apalagi penyakit ini tertular melalui makanan dan minuman.
Ari F Syam
Praktisi Kesehatan
Sumber : Milist Wartawan Kesehatan
Kita tahu bahwa infeksi hepatitis A merupakan infeksi yang endemis di masyarakat kita, rasanya di akhir musim kemarau ini, saya juga sudah menangani beberapa kasus hepatitis A. Pada kesempatan ini saya ingin menyampaikan beberapa hal yang memang perlu diketahui mengenai penyakit ini.
Hepatitis A adalah infeksi hati yang disebabkan oleh virus hepatitis A, ditularkan melalui makanan dan minuman dan juga melalui kontak langsung. Selain itu hubungan seksual juga bisa menjadi penyebab tertular hepatitis A jika melakukan sekusual secara anal atau oral. Virus ini terdapat pada feses pasien yang terinfeksi, oleh karena itu makanan dan minuman menjadi media utama penyebab penularan infeksi ini. Kasus di Depok memang masih menunggu hasil penelitian yang dilakukan tetapi saya menduga berasal dari makanan atau minuman yang tercemar. Karena sebenarnya tidak mudah untuk tertular dari satu orang ke orang lain yang hanya bertemu di sekolah.
Pasien dengan hepatitis A, biasanya datang sudah kuning dan BAK seperti air teh. Sebelumnya pasien mengalami common cold, seperti orang yang mengalami gejala flu, sakit2 badan, mual dan kadang disertai muntah, nafsu makan menurun dan lemas . Pasien juga merasakan nyeri di perut kanan atas karena memang pasien dengan infeksi hepatitis A yang meradang adalah ilvernya yang sebagian besar berada di perut kanan atas. Pemeriksaan laboratorium menunjukkan peningkatan kadar bilirubin dan peningkatan yang tinggi dari SGOT dan SGPT. Pemeriksaan antibodi terhadap virus hepatitis A (anti HAV) yang memastikan bahwa seseorang tersebut terjangkit infeksi heatitis A.
Masa inkubasi yaitu masa masuknya penyakit sampai timbul gejala berlangsung antara 2-6 minggu. Penyakit ini bisa sembuh total dan yang penting pasien harus istirahat total. Obat-obat yang diberikan sifatnya hanya menghilangkan gejala yang muncul misal, jika diare diberikan obat anti diare, kalau mual diberikan anti mual jika demam diberikan obat anti demam jika lemas diberikan vitamin dan asupan makannya diperhaikan. Pasien memang perlu diisolasi dan jangan tidur sekamar dengan orang sehat, di RS pun biasanya pasien tidur hanyak sendiri di kamar dan dipisah dengan pasien lain. Sebagian pasien memang tidak perlu dirawat tetapi jika mual dan muntah dan tidak mau makan sebaiknya memang dirawat untuk mendapat infus cairan dan makanan.
Hepatitis virus A tidak bisa menjadi hepatitis B. Karena memang virus penyebabnya berbeda. Oleh karena itu kalau pernah divaksinasi oleh vaksin hepatitis B tidak berarti juga sudah terlindungi dari infeksi virus hepatitis A. Tetapi bisa saja dalam satu kasus pasien mengalami 2 macam infeksi yaitu infeksi virus B dan juga hepatitis virus A. Pencegahan yang terpenting adalah hidup sehat dengan makan yang teratur dan cukup gizi, istirahat cukup dan banyak mengkonsumsi buah dan sayur-sayuran. Cuci tangan pakai sabun yang rutin, sebelum dan sesudah makan dan setelah keluar dari toilet, apalagi penyakit ini tertular melalui makanan dan minuman.
Ari F Syam
Praktisi Kesehatan
Sumber : Milist Wartawan Kesehatan
Thursday, 27 October 2011
Konsumsi Ikan Cegah Sakit Mental
TRIBUNNEWS.COM
- Sebuah penelitian menyebutkan, konsumsi ikan ternyata dapat mencegah
kelelahan mental hingga penyakit demensia. Ini karena ikan dapat
meningkatkan aliran darah ke otak dengan mengurangi tingkat kelelahan
mental setelah orang melakukan tugas-tugas sulit.
Dari percobaan yang dilakukan ilmuwan dari Universitas Northumbria, Inggris terlihat kandungan asam lemak omega 3 dari ikan dapat membawa efek baik pada reaksi otak peserta penelitian yang berusia 18 sampai 35 tahun.
"Penemuan ini bisa memiliki implikasi untuk fungsi mental di kemudian hari. Bukti menunjukkan bahwa secara teratur makan ikan berminyak dapat mencegah penurunan kognitif dan demensia, sebab mereka dapat meningkatkan aliran darah ke otak dengan baik," jelas pemimpin penelitian, Dr Philippa Jackson.
Menurutnya hasil penelitian ini juga menunjukkan betapa ikan juga sangat berpengaruh memperbaiki mental lansia. "Jika lansia saja manfaatnya sudah besar, maka manfaatnya akan lebih besar lagi bagi mereka dengan kondisi degeneratif mental," tambah Jackson.(Sumber: Sehatnews.com)
Dari percobaan yang dilakukan ilmuwan dari Universitas Northumbria, Inggris terlihat kandungan asam lemak omega 3 dari ikan dapat membawa efek baik pada reaksi otak peserta penelitian yang berusia 18 sampai 35 tahun.
"Penemuan ini bisa memiliki implikasi untuk fungsi mental di kemudian hari. Bukti menunjukkan bahwa secara teratur makan ikan berminyak dapat mencegah penurunan kognitif dan demensia, sebab mereka dapat meningkatkan aliran darah ke otak dengan baik," jelas pemimpin penelitian, Dr Philippa Jackson.
Menurutnya hasil penelitian ini juga menunjukkan betapa ikan juga sangat berpengaruh memperbaiki mental lansia. "Jika lansia saja manfaatnya sudah besar, maka manfaatnya akan lebih besar lagi bagi mereka dengan kondisi degeneratif mental," tambah Jackson.(Sumber: Sehatnews.com)
Rajin Minum Kopi Meminimalisir Risiko Kanker Kulit
REPUBLIKA.CO.ID, BOSTON - Kopi bisa mengurangi risiko kanker kulit.
Kabar baik ini diliris, Senin (24/10) di Asosiasi Amerika untuk
Penelitian dan Pencegahan Kanker yang ke-10. Konferensi internasional
yang diselenggarakan di Boston ini menunjukkan kopi yang diminum,
terutama oleh wanita memiliki efek positif terdahap risiko kanker kulit.
Wanita
yang minum lebih dari tiga cangkir kopi per hari memiliki risiko lebih
rendah 20 persen terkena Karsinoma Sel Basal (BBC), dibandingkan wanita
yang minum kurang dari secangkir per bulan. BBC adalah salah satu jenis
kanker kulit yang paling sering didiagnosis.
Menurut American
Cancer Society, 75 persen dari semua kasus kanker kulit yang ada adalah
jenis BBC. Sampai sekarang sudah ada total 22.786 kasus. Pria yang minum
dengan jumlah yang sama memiliki risiko lebih rendah sembilan persen
menghadapai kanker kulit.
"Studi kami menunjukkan bahwa konsumsi
kopi dapat menjadi pilihan penting untuk membantu mencegah BBC," kata
Fengju Song, peneliti yang ikut terlibat dalam riset ini.
Data ini
diperoleh dari studi yang dilakukan perawat di rumah sakit wanita
Brigham, dan praktisi kesehatan profesioanal (Harvard School of Public
Health). Perawat mengambil sekitar 72.921 peserta dari Juni 1984 sampai
Juni 2008. Praktisi kesehatan profesional meneliti 39.976 peserta sejak
Juni 1986 sampai Juni 2008.

Tuesday, 25 October 2011
Menggapai Keadilan Sosial dalam Pelayanan Kesehatan
Kita semua tentu
mengenal Amerika Serikat sebagai salah satu negara kapitalis. Namun, yang amat
mengagetkan karena ternyata salah satu daya tarik bagi pemilih negara tersebut terhadap
Presiden Terplih Obama adalah program jaminan kesehatannya. Ketika itu, di
Amerika Serikat terdapat sekitar 47 juta orang tidak memiliki/dilindungi oleh jaminan
kesehatan (asuransi kesehatan). Sebagai Negara Adi Daya tentu hal ini
sangat aneh. Bila dibanding dengan
Inggris, Jepang, dan beberapa negara lain
yang tenyata kedua negara ini hampir seratus persen penduduknya dilindungi
asuransi kesehatan sehingga ketika ia sakit maka tidak perlu hawatir atau cemas
akan jatuh miskin. Oleh karena itu, Obama yang terpilih sebagai presiden
berjanji akan mengatasi masalah ini dengan program terencana dan spesifik
termasuk skema kelembagaan, keuangan, dan pendanaanya.
Gagasan
politik kesejahteran Obama tersebut, setidaknya menyimpan dua pesan yang amat
berharga bagi setiap negara yang ingin melindungi rakyatnya: (a) kesehatan
masyarakat menjai isu terdepan dalam
agenda pemilu dan relasi antara politisi dan pemilih; (b) sejauh mana kompetisi
pemilu juga melibatkan kompetisi gagasan dan konsep untuk pemecahan masalah dan
dijustifikasi secara eksplisit, bukan sekedar retorika umum atas sebuah isu
pemilu, pilpres, atau pilkada semata.
Pertanyaannya
kemudian adalah bagaimana dengan Indonesia? Apakah politik kesehatan dan kesejahteraan
rakyat akan menjadi prioritas utama pada setiap “event” pemilihan pejabat
negara? Sebagian kalangan berpendapat
bahwa Indonesia belumlah mencapai tingkatan kesadaran semacam itu. Penyebabnya
karena realitas dan kinerja kesehatan kita kini masih memiliki dua wajah. Wajah
pertama, seiring pertumbuhan ekonomi selama 30 tahun dan sebelum krisis dan 10
tahun pasca krisis 1998, dimana lapisan kelas menengah yang mampu membayar jasa
pelayanan kesehatan makin besar. Demikian pula konsumen untuk pelayanan
kesehatan dan pasar kesehatan juga makin besar. Sehingga tidak heran bila makin
banyak warga Indonesia dengan enteng melenggang ke luar negeri untuk berobat,
memperoleh jasa pelayanan yang dianggapnya lebih baik dan berkelas dunia. Fakta
lain, makin tumbuhnya rumah sakit swasta yang berlabel “kelas internasional”
didirikan di kota-kota besar untuk sekedar memenuhi tuntutan dan kebutuhan
kelompok masyarakat ini tertentu.
Wajah kedua
adalah kelompok masyarakat warga negara kebanyakan yang gagal memperoleh
pelayanan kesehatan yang layak akibat rendahnya akses dan rendahnya mutu
pelayanan kesehatan. Dan kalau pun memperoleh pelayanan kesehatan maka yang
didapatkan berupa kualitas yang tidak memadai dengan fasilitas kesehatan yang
seadanya.
Pendapat senada
pernah disitir oleh Prof. Djalaludin Rahmat di dalam suatu forum diskusi bulan
Agustus lalu. Cendekiawan muslim yang
akrab disapa dengan Kang Djalal ini menyampaikan
presentasi berjudul, “Attacking
inequality in health sector”. Dalam
pemaparannya dikemukakan, “terdapat orang yang lebih dari yang lain dalam
pemenuhan hak-hanya, misalnya orang kaya.
Bahwa setiap warga memiliki hak untuk sehat adalah betul, namun tidak
setiap warga negara memiliki kesempatan untuk menggunakan haknya. Hampir di
seluruh negara, masyarakat miskin lebih banyak mengalami masalah dalam
pemenuhan hak-hak kesehatan. Akses, fasilitas serta tenaga kesehatan di sekitar
masyarakat miskin tidak memadai dan kurang terlalih, obat-obatan kurang
tersedia dan mahal, serta tidak adanya keberanian untuk menuntut hak-hak sehat
kepada pemerintah atau tenaga kesehatan ketika haknya diabaikan. Kemiskinan dan
kesehatan adalah realitas kehidupan yang memprihatinkan bagi orang-orang miskin”.
Bagi orang-orang
miskin, perbaikan layanan kesehatan merupakan dorongan untuk mempercepat penanggulangan
kemiskinannya. Penyelenggaraan pelayanan kesehatan bagi kaum miskin mempunyai
arti penting, paling tidak karena tiga alasan: (a) satu-satunya modal utama dan kebanggan bagi orang miskin itu
adalah keadaan sehatnya; (b) untuk menjamin terpenuhinya keadilan sosial bagi
masyarakat miskin; (c) untuk menjamin stabilitas politik nasional.
Keadilan sosial di bidang kesehatan
Perwujudan
keadilan sosial itu harus mencerminkan imperatif
etis keempat silanya. Menurut
Notonogoro (1974), sila Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia diliputi
dan dijiwai oleh sila-sila ke-Tuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan
beradab, persatuan Indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan /perwakilan”
Di sisi
lain, otentitas pengamalan sila-sila Pancasila bisa ditakar dari perwujudan
keadilan sosial dalam peri-kehidupan kebangsaan. Kesungguhan negara dalam
melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia berdasarkan
persatuan bisa dinilai dari usaha nyata dalam mewujudkan keadilan sosial.
Dengan
aktualisasi negara kesejahteraan, diharapkan negara dapat mengelola kekayaan
bersama (commonwealth) untuk sebesar-besanya kemakmuran rakyat,
mencegah penguasaan kekayaan bersama oleh modal perseorangan (baik kapitalis
asing maupun lokal) yang melemahkan sendi ketahanan ekonomi kolektif,
mengembangkan semangat “tolong- menolong” (koperasi) dalam setiap bentuk badan
usaha serta memperkuat badan usaha koperasi bagi emansipasi golongan ekonomi
kecil dan menengah. Negara kesejahteraan juga diharapkan bisa memberi
kesempatan bagi semua warga untuk mengembangkan diri melalui akses pendidikan dan
peningkatan pengetahuan bagi semua, perluasaan kesempatan serta jaminan sosial
sebagai jaring pengaman sosial.
Di bidang
kesehatan, negara seharusnya memikirkan nasib rakyat dengan cara menyediakan
fasilitas kesehatan memadai serta tenaga kesehatan yang profesional (kompeten).
Dan kemudian secara bersunguh-sungguh menyediakan jaminan sosial kesehatan bagi
seluruh rakyat tanpa diskriminasi untuk melindungi dan memberi rasa aman
terhadap kemungkinan timbulnya ketakutan akan menjadi hidup miskin dan lemah
ketika suatu saat rakyat itu sakit.
Pelayanan
kesehatan yang profesional baru memiliki daya ungkit maksimal dalam perwujudan
keadilan sosial bila ditopang oleh sistem pembiayaan yang berkeadilan. Begitu pentingnya jaminan sosial ini sehingga
Prof. F. A. Moeloek, dalam suatu sesi
diskusi publik mengatakan, “Tanpa jaminan sosial kesehatan maka tidak ada
kedaulatan rakyat untuk sehat”.
Setidaknya
ada tiga alasan utama kenapa jaminan sosial di bidang kesehatan di suatu negara
semakin menjadi penting bila ia ingin mewujudkan cita-cita keadilan sosial.
Ketiga alasan itu adalah: (a) ketidakpastian munculnya kondisi sakit; (b) layanan
kesehatan tidak bisa ditunda; (c) adanya disparitas informasi dan
pengetahuan antara pasien dan
dokter/tenaga kesehatan lainnya. Memperhatikan ketiga alasan ini maka
seharusnya pelayanan kesehatan tidak diserahkan kepada mekanisme pasar bebas. Pemerintah
harus mampu menjamin pelayanan kesehatan kepada setiap warga negara tanpa
membedakan status sosial budaya dan ekonominya. Tanpa
jaminan sosial yang akan memberi perlindungan kepada rakyat Indonesia
di era liberalisasi pelayanan kesehatan maka dapat diibaratkan bila seorang ibu
membiarkan anaknya dimangsa binatang buas.
Karena itu
perwujudan negara kesejahteraan sangat ditentukan oleh integritas dan mutu para
pemerintah atau penyelenggara negara, disertai dukungan rasa tangung jawab dan
rasa kemanusiaan yang terpancar pada setiap warga negara tersebut. Dalam visi negara
ini yang hendak mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, berlaku
prinsip “berat sama dipikul, ringan sama dijinjing”. Tidak sepantasnya, pejabat
negara hanya ingin mendapat untung dengan membiarkan rakyat terus “buntung”. Maka dari itu, pokok pikiran keempat
UUD 1945 : “Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa menurut dasar kemanusiaan
yang adil dan beradab”, mengandung isi
yang mewajibkan pemerintah dan penyelenggara negara lainnya untuk memelihara
budi pekerti kemanusiaan yang luhur dan memegang teguh cita-cita moral rakyat
yang luhur.
Menurut Yudi
Latif (Negara Paripurna, 2011),
keadilan sosial adalah satu-satunya sila Pancasila yang dilukiskan dalam
Pembukaan UUD 1945 dengan menggunakan kata kerja “mewujukan suatu Keadilan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”. Prinsip keadilan adalah inti dari moral
ketuhanan, landasan pokok kemanusiaan, simpul persatuan, dan matra kedaulatan .
Dengan
pemenuhan imperatif moral sila
keadilan sosial, diharapkan agar rakyat
Indonesia dapat keluar dari jeritan panjang belenggu kesakitan dan kemiskinan,
untuk selanjutnya menemukan impian kebahagiaannya berupa, “gemah ripa loh jinawi, tata tenteram kerta raharja” (Sunda)
atau “wanua adele’ na salewangeng” (Bugis). Sebuah negeri yang berlimpah
kebajikan, yakni negeri adil dan makmur yang di ridhai Allah SWT. Insya Allah.
Oleh: Zaenal Abidin
(Ketua Terpilih PB Ikatan Dokter
Indonesia)
Catatan:
Tema HUT IDI
tahun ini sama dengan tema Mukernas IDI ke 29 (19–23 Oktober 2011 di Pekanbaru):
“Reaktualisasi Profesionalisme dokter Indonesia menuju pelayanan kesehatan
berkeadilan”.
Harian Fajar Makassar - 25 Oktober 2011
Harian Fajar Makassar - 25 Oktober 2011
Harapan Terhadap Pofesionalisme Dokter Indonesia
Menyambut Mukernas IDI ke 29, tanggal
19-23 Oktober 2011, di Pekanbaru
Dalam keseharian kita, acap kali kita
mendengar orang disekitar mengucapkan kata profesionalisme atau bahkan mungkin
kita sendiri yang mangatakannya. Pertanyaannya kemudian, apakah profesionalisme
itu?
Profesionalisme adalah
tingkah laku keahlian atau kualitas dari seseorang yang profesional (Longman,
1987). Profesionalisme merupakan sebutan yang mengacu kepada sikap mental dalam
bentuk komitmen dari para anggota suatu profesi untuk senantiasa mewujudkan dan
meningkatkan kualitas profesionalnya. Karena itu seseorang yang memiliki
profesionalisme yang tinggi akan tecermin dalam sikap mental serta komitmennya
terhadap perwujudan dan peningkatan kualitas profesional melalui cara dan
strategi tertentu. Ia akan mengembangkan
diri sesuai tuntutan perkembangan zaman sehingga eksistensinya di tengah
masyarakat selalu memberi makna yang profesional.
Sementara profesional mempunyai makna,
yaitu berhubungan dengan profesi dan memerlukan kepandaian khusus untuk
menjalankannya (KBBI, 1994). Kata
profesional mengacu kepada sebutan orang yang menyandang suatu profesi dan sebutan
tentang penampilan seseorang dalam melaksanakan pekerjaan sesuai profesinya.
Penyandangan dan penampilan profesional ini telah mendapat pengakuan secara
formal maupun informal. Pengakuan secara formal diberikan oleh suatu badan atau
lembaga yang mempunyai kewenangan, seperti pemerintah atau organisasi profesinya.
Sedangkan secara informal, pengakuan itu diberikan oleh masyarakat luas dan
para pengguna jasa profesi yang bersangkutan. Karena itu profesional dapat
dimaknai sebagai kemampuan melakukan pekerjaan sesuai dengan keahlian dan pengabdian diri kepada pihak lain.
Kaum profesional dikatakan memiliki tanggung jawab sosial
yang besar. Karena itu maka mereka dikatakan memberikan pelayanan dengan
motivasi altruistik, mendahulukan kepentingan orang lain daripada kepentingan
diri sendiri. Kaum profesional juga dianggap memiliki kemandirian yang besar,
dan oleh sebab itu ia diterima sebagai suatu keniscayaan bahwa mereka akan
bertindak selaku pembawa panji-panji kebebasan dan kemanusiaan.
Selanjutnya, apa yang dimaksud dengan
profesi? Istilah profesi berasal dari bahasa Latin yakni professus yang semula berarti pernyataan terbuka secara
sungguh-sungguh atau pengakuan iman atau
janji di muka umum. Apabila melanggar janji tersebut berarti ia telah menodai
kesucian peofesinya. Roscoe Pound
menyatakan: “The profession must be self
governing, self dicilining and self perpetuating.” Bahkan ia pun menyebut
profesi itu sebagai Officium Nobile,
suatu jabatan mulia.
Di tengah masyarakat
dikenal beragam macam profesi, dan diantara profesi-profesi pada umumnya itu
terdapat pula profesi khusus . Ke-khusususan suatu profesi terletak pada
pengabdiannya kepada masyarakat, di mana
hal tersebut merupakan motivasi utamanya. Sekalipun orang-orang yang
menjalankan profesi itu hidup dari pekerjaan profesi itu, namun hakikat profesi
menuntutnya bahwa bukanlah nafkah hidup yang menjadi motivasi utamanya. Oleh
karenanya profesi tersebut dikatakan dapat menyandang predikat sebagai profesi
luhur.
Profesi luhur ini memiliki kriteria-kriteria
tertentu, sebagaimana profesi pada umumnya. Ada dua hal yang menjadi ciri-ciri
profesi pada umumnya, yakni: (1) pertanggung
jawaban; (2) hormat terhadap hak orang lain.
Tanggung jawab merupakan sikap yang selalu dituntut apabila
kita melakukan suatu pekerjaan. Tanggung jawab dalam pekerjaan profesional
diarahkan kepada pekerjaan dan hasil pekerjaan tersebut, yang diharapkan agar
bermutu. Disamping itu tanggung jawab ditunjukkan pula terhadap dampak
pekerjaan yang dilakukan pada lingkungan kehidupan di sekitarnya. Sedangkan menghormati hak orang adalah merupakan
prinsip keadilan sosial yang menuntut agar kita memberikan kepada siapa saja,
apa yang menjadi haknya. Artinya, pelaksanaan pekerjaan profesi itu tidak boleh
mengabaikan, apalagi melanggar hak orang lain.
Bagi profesi luhur, selain
harus memenuhi ciri-ciri profesi pada umumnya di atas, dituntut pula ciri-ciri
lain, yaitu: (1) sikap bebas dari pamrih; (2) pengabdian pada tuntutan etika
profesi.
Profesi luhur harus dijalankan tanpa pamrih, dimana
kepentingan pasien atau klien yang harus diutamakan, bahkan harus didahulukan
dari kepentingan pribadi, keluarga atau kelompok. Tuntutan etika profesi harus
tetap dipertahankan, meskipun pasien, masyarakat atau negara sekalipun menghendaki
lain. Misalnya pasien yang atas permintaannya sendiri dan juga keluarganya agar
digugurkan kandungannya atau ingin di-euthanasia, dan seterusnya. Di sini etika
profesi luhur harus dipegang meskipun hal ini bertentangan dengan keinginan
pasien sendiri. Jadi etika profesi luhur
menuntut dan menuntun agar pelaku profesi dalam keadaan apapun menjunjung
tinggi keluhuran profesinya. Etika profesi menjadi benteng pertahanan bagi
tegaknya sendi-sendi suatu profesi luhur.
Dalam ilmu hukum profesi dikatakan bahwa di dalam dunia
modern profesi dokter merupakan salah satu dari empat profesi yang betul-betul
merupakan full-status profession. Ke-empat
profesi itu adalah profesi dokter sendiri, profesi hukum, profesi guru, profesi
minister (ulama/pendeta).
Kini dunia makin berkembangan dan
zaman pun telah berubah. Profesi telah menunjukkan suatu pekerjaan yang
bertujuan untuk mencari nafkah atau mata-pencaharian berdasarkan suatu keahlian
atau ilmu tertentu. Namun, bila seorang dokter
masih ingin tetap dikatakan berprofesi luhur
maka tentu saja ia harus selalu memegang
teguh ke-empat ciri-ciri profesi luhur di atas, serta senantiasa memagari diri
dengan etika profesi yang luhur pula. Mudah-mudahan dengan niat dan ikhtiar
semam itu sehingga dokter Indonesia tetap dianggap memiliki sikap mental serta
komitmen profesionalisme yang tinggi di mata masyarakatnya. Wallahu alam.
Pekanbaru, 19 Oktober
2011
Friday, 21 October 2011
Opening Ceremony MUKERNAS IDI XIX
www.idionline.org. Musyawarah Kerja Nasional (MUKERNAS) Ikatan Dokter Indonesia sedang berlangsung
di Pekanbaru, Riau , 19 – 23 Oktober 2011 dan dibuka secara resmi oleh
Gubernur HM Rusli Zainal, SE, MP pada tanggal 20 Oktober 2011
bertempat di Hotel Pangeran. MUKERNAS ini dihadiri sekitar 300 dokter
yang merupakan Pengurus Pusat, Pengurus Wilayah dan Perhimpunan
se-Indonesia. Mukernas dilakukan sekali dalam satu periode
kepengurusan, dengan tugas dan wewenangnya yaitu menilai pelaksanaan
program kerja nasional yang diamanatkan Muktamar, menyempurnakan dan
memperbaikinya untuk dilaksanakan pada sisa periode kepengurusan
selanjutnya. Selain itu, MUKERNAS juga mempunyai wewenang mengadakan
pembicaraan pendahuluan tentang bahan muktamar yang akan datang.
Tema Mukernas IDI kali ini adalah
“Reaktualisasi Profesionalisme Dokter Indonesia menuju Pelayanan
Kesehatan Yang Berkeadilan“, dan pelaksanaan MUKERNAS kali ini di
rangkaikan dengan kegiatan antara lain “The 12th National Brain dan Heart Symposium”, pameran kesehatan, Pidato Ulang Tahun IDI ke-61 oleh Ketua Umum PB IDI
, Malam Keakraban Keluarga Besar IDI dan ditutup dengan peringatan
Hari Ulang Tahun IDI yang dimeriahkan oleh kegiatan Senam Sehat “Riau
Bangkit Untuk Indonesia” bersama Gubernur dan masyarakat Riau.
Tuesday, 18 October 2011
Monday, 10 October 2011
Sunday, 9 October 2011
Simposium dan Pelatihan : Pendekatan Praktis Masalah THT
8 Oktober 2011 bertempat di Harris Hotel & Conventions Kelapa Gading - Jakarta Utara Perhimpunan Dokter Umum Indonesia mengadakan Simposium dan pelatihan "Pendekatan Praktis Masalah THT ". Acara dibuka langsung oleh ketua harian presidium nasional PDUI Dr Imelda Datau kemudian dilanjutkan dengan Simposium dengan materi:

2. Rinitis alergi : diagnosis & tata laksana Dr. Nina Irawati, Sp.THT-KL
3. Obstruksi saluran napas atas oelh Dr Rahmanofa Yunizaf Sp.THT – KL
4. Tata laksana terkini vertigo dan tinnitus Dr widayat Alviandi,Sp.THT – KL
Penyakit-penyakit tersebut merupakan gangguan THT yang paling banyak dijumpai dan sering kali menyebabkan kualitas hidup penderitanya menurun sehingga perlu dilakukan diagnosis dan tata laksana yang tepat.
Pada kegiatan ilmiah kali ini juga diberikan Pelatihan skrining pendengaran oleh :
Dr Ronny Suwento, Sp.THT – KL,
Dr Semiramis Zizlavsky, Sp.THT – KL dan
Dr Trijuda Airlangga, Sp.THT – KL
Dr Semiramis Zizlavsky, Sp.THT – KL dan
Dr Trijuda Airlangga, Sp.THT – KL
Diakhir
kegiatan dilakukan pelatihan pengisian borang untuk
resertifikasi dan registrasi ulang untuk Dokter Umum yang diberikan oleh
Dr Mahesa Paranadipa MHKes sebagai Manajer Eksekutif P2KB PB IDI
Thursday, 6 October 2011
Dr Adib Khumaidi Sp.OT
Waiting For The End
This is not the end
This is not the beginning,
Just a voice like a riot
Rocking every revision
But you listen to the tone
And the violent rhythm
Though the words sound steady
Something empty's within 'em
We say Yeah!
With fists flying up in the air
Like we're holding onto something
That's invisible there,
'Cause we're living at the mercy of
The pain and the fear
Until we dead it, Forget it,
Let it all disappear.
Waiting for the end to come
Wishing I had strength to stand
This is not what I had planned
It's out of my control....
Flying at the speed of light
Thoughts were spinning in my head
So many things were left unsaid
It's hard to let you go...
(Oh!) I know what it takes to move on,
I know how it feels to lie,
All I wanna do
Is trade this life for something new
Holding on to what I haven't got
Sitting in an empty room
Trying to forget the past
This was never meant to last,
I wish it wasn't so...
(Oh!) I know what it takes to move on,
I know how it feels to lie,
All I wanna do
Is trade this life for something new
Holding on to what I haven't got
What was left when that fire was gone?
I thought it felt right but that right was wrong
All caught up in the eye of the storm
And trying to figure out what it's like moving on
And i don't even know what kind of things I've said
My mouth kept moving and my mind went dead
So, picking up the pieces, now where to begin?
The hardest part of ending Is starting again!!
All I wanna do
Is trade this life for something new
Holding on to what i haven't got...
This is not the end
This is not the beginning,
Just a voice like a riot
Rocking every revision
But you listen to the tone
And the violet rhythm
Though the words sound steady
Something empty's within 'em
(Holding on to what i haven't got)
We say Yeah!
With fists flying up in the air
Like we're holding onto something
That's invisible there,
'Cause we're living at the mercy of
The pain and the fear
Until we dead it, Forget it,
Let it all disappear
(Holding on to what i haven't got!)
This is not the beginning,
Just a voice like a riot
Rocking every revision
But you listen to the tone
And the violent rhythm
Though the words sound steady
Something empty's within 'em
We say Yeah!
With fists flying up in the air
Like we're holding onto something
That's invisible there,
'Cause we're living at the mercy of
The pain and the fear
Until we dead it, Forget it,
Let it all disappear.
Waiting for the end to come
Wishing I had strength to stand
This is not what I had planned
It's out of my control....
Flying at the speed of light
Thoughts were spinning in my head
So many things were left unsaid
It's hard to let you go...
(Oh!) I know what it takes to move on,
I know how it feels to lie,
All I wanna do
Is trade this life for something new
Holding on to what I haven't got
Sitting in an empty room
Trying to forget the past
This was never meant to last,
I wish it wasn't so...
(Oh!) I know what it takes to move on,
I know how it feels to lie,
All I wanna do
Is trade this life for something new
Holding on to what I haven't got
What was left when that fire was gone?
I thought it felt right but that right was wrong
All caught up in the eye of the storm
And trying to figure out what it's like moving on
And i don't even know what kind of things I've said
My mouth kept moving and my mind went dead
So, picking up the pieces, now where to begin?
The hardest part of ending Is starting again!!
All I wanna do
Is trade this life for something new
Holding on to what i haven't got...
This is not the end
This is not the beginning,
Just a voice like a riot
Rocking every revision
But you listen to the tone
And the violet rhythm
Though the words sound steady
Something empty's within 'em
(Holding on to what i haven't got)
We say Yeah!
With fists flying up in the air
Like we're holding onto something
That's invisible there,
'Cause we're living at the mercy of
The pain and the fear
Until we dead it, Forget it,
Let it all disappear
(Holding on to what i haven't got!)
Friday, 30 September 2011
IMUNISASI
![]() |
Sumber gambar : kapanlagi.com |
Imunisasi adalah pemberian
kekebalan tubuh terhadap suatu penyakit dengan memasukkan sesuatu ke dalam
tubuh agar tubuh tahan terhadap penyakit yang sedang mewabah atau berbahaya
bagi seseorang. Imunisasi berasal dari kata imun yang berarti kebal atau resisten.
Mengapa Imunisasi lebih
fokus diberikan kepada anak-anak ? Hal ini dikarenakan sistem kekebalan tubuh mereka masih belum
sebaik orang dewasa, sehingga rentan terhadap serangan penyakit berbahaya. Walapun
sebenarnya kekebalan telah diberikan oleh ibu ke bayi yang dikandung tetapi
tidak akan berlangsung lama, maka kekebalan harus dibentuk melalui pemberian
imunisasi pada bayi.
Imunisasi tidak cukup hanya
dilakukan satu kali, tetapi harus dilakukan secara bertahap dan lengkap
terhadap berbagai penyakit yang sangat membahayakan kesehatan dan hidup anak.
Sebelum
melakukan imunisasi orangtua sebaiknya memperhatikan beberapa hal, kondisi fisik dan
riwayat kesehatan anak seperti panas; menderita kejang-kejang sebelumnya ;
atau menderita penyakit system saraf. Sebaiknya diberitahukan kepada dokter/petugas
kesehatan yang akan melakukan imunisasi
Walaupun pengalaman
sewaktu mendapatkan vaksinasi/imunjsasi itu tidak menyenangkan untuk bayi (karena biasanya
akan mendapatkan suntikan), tapi rasa sakit yang sementara akibat suntikan ini
adalah untuk kesehatan anak dalam jangka waktu panjang.
Berikut jadwal dan jenis
imunisasi
·
Imunisasi yang diwajibkan
Vaksinasi |
Jadwal pemberian-usia |
Booster/Ulangan |
Imunisasi untuk melawan |
BCG |
Waktu lahir |
-- |
Tuberkulosis |
Hepatitis B |
Waktu lahir-dosis
I
1bulan-dosis
2
6bulan-dosis
3
|
1
tahun -- pada bayi yang lahir dari ibu dengan hep B.
|
Hepatitis B |
DPT dan Polio |
3 bulan-dosis1
4
bulan-dosis2
5
bulan-dosis3
|
18bulan-booster1
6tahun-booster
2
12tahun-booster3
|
Dipteria, pertusis, tetanus, dan polio |
Campak |
9 bulan |
-- |
Campak |
·
Imunisasi yang dianjurkan:
Vaksinasi |
Jadwal pemberian-usia |
Booster/Ulangan |
Imunisasi untuk melawan |
MMR |
1-2 tahun |
12 tahun |
Measles, meningitis, rubella |
Hib |
3bulan-dosis 1
4bulan-dosis
2
5bulan-dosis
3
|
18 bulan |
Hemophilus influenza tipe B |
Hepatitis A |
12-18bulan |
-- |
Hepatitis A |
Cacar air |
12-18bulan |
-- |
Cacar air |
Subscribe to:
Posts (Atom)