ORASI
SUTOMO
Oleh:
Dr. ZAENAL ABIDIN, M.H.
Ketua
Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia
Depok, 1 Juni 2014
REFLEKSI
HARI BAKTI DOKTER INDONESIA:
PELAYANAN
KESEHATAN SEBAGAI PENOPANG UTAMA KETAHANAN DAN KEDAULATAN BANGSA
Sutomo, seorang mahasiswa sekolah kedokteran Stovia bersama
kawan-kawannya mendeklarasikan berdirinya Perkumpulan Budi Utomo. Perkumpulan
yang didirikan 106 tahun yang lalu, tepatnya 20 Mei 1908 adalah organisasi
modern pertama di Indonesia yang bertujuan meningkatkan derajat kehidupan
bangsa. Gerakan yang dipelopori oleh mahasiswa kedokteran tersebut tentu tak
dapat dipisahkan dengan gerakan-gerakan kebangsaan setelahnya hingga mencapai
pada puncaknya diproklamirkannya kemerdekaan Indonesia, 17 Agustus 1945.
Bahkan peristiwa bersejarah yang hari ini diperingati
sebagai hari lahirnya Pancasila, tak dapat dipisahkan pergerakan yang
dipelopori oleh dokter Indonesia di masa lalu. Tercatat dalam sejarah bahwa Dr.
K.R.T. Radjiman Wediodiningrat yang ketika itu menjabat sebagai Ketua BPUPKI.
Pengakuan atau kepemimpinan Radjiman dalam sidang BPUPKI, yang kemudian
melahirkan Pancasila sebagai dasar Negara dapat disimak dalam pidato Bung Karno
pada sidang BPUPKI tahap pertama, tanggal 1 Juni 1945:
“ Paduka Tuan Yang Mulia! Sudah tiga hari berturut-turut
anggota-anggota Dokoritzu Zyumbi
Tyoosakai mengeluarkan pendapat-pendapatnya, maka sekarang saya mendapat
kehormatan dari paduka Tuan Ketua yang mulia untuk mengemukakan pula pendapat
saya. Saya akan menepati permintaan paduka Tuan Ketua yang mulia. Apakah
permintaan paduka Tuan Ketua yang mulia? Paduka Tuan Ketua yang mulia minta
kepada sidang Dokoritzu Zyumbi Tyoosakai
untuk mengemukakan dasar Indonesia merdeka. Dasar inilah nanti akan saya
kemukakan di dalam pidato saya ini. Maaf beribu maaf! Banyak anggota telah
berpidato, dan dalam pidato mereka itu diutarakan hal yang sebenarnya bukan
permintaan paduka Tuan Ketua yang mulia, yaitu buka dasar Indonesia merdeka.
Menurut anggapan saya yang diminta paduka Tua Ketua yang mulia ialah, dalam
bahasa Belanda Philosofische grondslag
dari dari pada Indonesia merdeka. Philosofische
grondslag, itulah fondamen, filasafat, pikiran yang sedalam-dalamnya, jiwa,
hasrat yang sedalam-dalamnya untuk di atasnya didirikan gedung Indonesia
Merdeka yang kekal yang abadi...”
Semangat Budi Utomo yang diprakarsai oleh Sutomo dan
kawan-kawan, yang pula tidak dapat dipisahkan semangat dan inspirasi tokoh
dokter senior, seperti Dr. Wahidin Sudirohusodo. Keseluruhan peristiwa dan
gerakan ini lahir dari nilai-nilai luhur
profesi dokter yang bersatu padu dengan nilai-nilai nasionalisme
kebangsaan yang diyakininya. Profesi dokter yang dalam menjalankan
keprofesiannya tidak terpengaruh oleh pertimbangan suku, agama, status sosial,
jenis kelamin, pilihan politik, serta kepentingan pribadi dan kelompok. Profesi
yang selalu prihatin dan berpihak kepada yang miskin dan lemah.
Permasalahan kesehatan di Indonesia tentunya membutuhkan
upaya-upaya untuk berikhtiar dalam melakukan rekonstruksi dalam pembangunan
sistem kesehatan nasional dengan tetap berpegang teguh dalam merawat
nilai-nilai kebangsaan dan ke-Indonesiaan. Untuk mewujudkan serta menunjang
akselerasi pencapaian peran strategis tersebut maka diperlukan sistem kesehatan nasional (SKN) yang
merupakan pilar dari sistem ketahanan nasional, yang menjadi peta jalan dalam
mewujudkan masyarakat sehat dengan derajat kesehatan setinggi-tingginya.
Kesehatan saat ini belum sepenuhnya dipandang sebagai unsur
utama Ketahanan Nasional, sehingga anak bangsa sebagai generasi penerus belum
secara optimal dilihat sebagai subjek pembangunan kesehatan. Kecukupan gizi,
pemeliharaan kesehatan, pendidikan, dan lingkungan yang kondusif bagi tumbuhnya
sumber daya manusia masa depan yang handal dan aset bangsa untuk menopang Ketahanan
Nasional harus lebih mendapatkan perhatian.
Selain pelayanan, pembiayaan yang merupakan penopang
pelayanan kesehatan pun juga menjadi masalah karena tidak adekuatnya anggaran
kesehatan. Rilis yang dikeluarkan oleh Sekretariat Nasional Forum Indonesia
untuk Transparansi Anggaran pada 19 September 2012 menyatakan bahwa sejak
2005-2013, rata-rata anggaran kesehatan hanya dialokasikan 2% dari belanja
APBN. Hal ini tidak sesuai dengan amanat Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009
tentang kesehatan Pasal 171, yang
berbunyi “ (1) Besar anggaran kesehatan
Pemerintah dialokasikan minimal sebesar 5% (lima persen) dari anggaran
pendapatan dan belanja negara di luar gaji, (2) Besar anggaran kesehatan
pemerintah daerah provinsi, kabupaten/kota dialokasikan minimal 10% (sepuluh
persen) dari anggaran pendapatan dan belanja daerah di luar gaji, (3) Besaran
anggaran kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
diprioritaskan untuk kepentingan pelayanan publik yang besarannya
sekurang-kurangnya 2/3 (dua pertiga) dari anggaran kesehatan dalam anggaran
pendapatan dan belanja negara dan anggaran pendapatan dan belanja daerah.”
Dalam menilai keberhasilan pembangunan, HDI (Human
Development Index) atau Indeks Pembangunan Manusia, merupakan salah satu
indikator yang digunakan. HDI memiliki tiga indikator utama, yaitu : kesehatan,
pendidikan, dan ekonomi.
Pada tahun 2012, Indonesia menempati urutan 121 dari 186
negara, dengan indeks 0,629. Posisi ini menurun dibandingkan tahun 2006 yang
berada di urutan 109 dari 179 negara dengan indeks 0,726. Posisi ini cukup jauh
dibandingkan negara-negara tetangganya, seperti Singapura (urutan 18/ 0,895),
Brunei Darussalam (urutan 30/ 0,855), Malaysia (urutan 64/0,769), Thailand
(urutan 103/0,690), dan Filipina (urutan 114/0.654). Posisi ini sekaligus
mensyaratkan Indonesia berada pada level menengah HDI di dunia. Keadaan ini
memperlihatkan bahwa HDI Indonesia masih rendah dengan angka harapan hidup
hanya 69,8 tahun menurun dibandingkan pada tahun 2006 yaitu 70,1 tahun. Posisi
HDI yang kurang menggembirakan ini, tidak dapat dipungkiri bahwa pembangungan
sektor kesehatan merupakan penyumbang yang cukup berarti tehadap kondisi
tersebut. Kecilnya anggaran negara terhadap sektor kesehatan yang disertai
disparitas pelayanan, akibat tidak tersebar meratanya tenaga professional
kesehatan dan fasiltas pelayanan kesehatan, merupakan contoh nyata.
Selain indikator HDI, penilaian pembangunan kesehatan juga
diukur dalam pencapaian target Millenium Development Goals (MDG) yang merupakan
tujuan pembangunan nasional yang harus dicapai oleh suatu negara pada tahun
2015. Empat dari delapan tujuan tersebut menyangkut sektor kesehatan, antara
lain : (1) menurunkan kematian anak, (2) meningkatkan kesehatan ibu, (3)
memerangi HIV/AIDS, malaria dan penyakit menular lainnya, (4) menjamin
ketahanan lingkungan.
Keberhasilan pembangunan termasuk pembangunan kesehatan di
Indonesia sangat terkait dengan kehadiran paradigma kebangsaan dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara. Paradigma kebangsaan pada hakikatnya adalah pola
sikap, pola pikir dan pola tindak yang harus melekat dalam setiap sanubari
rakyat Indonesia, khususnya para pemimpin- pengambil kebijakan, termasuk
pengambil kebijakan di bidang kesehatan. Paradigma kebangsaan merupakan acuan
dasar untuk melihat apakah pembangunan nasional termasuk pembangunan kesehatan
bangsa Indonesia sudah sesuai dengan tujuan nasional atau tidak.
Paradigma kebangsaan Indonesia telah tertuang di dalam
nilai-nilai Pancasila, Undang-undang Dasar 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia,
dan Bhinneka Tunggal Ika. Seharusnya dengan menjalankan secara sungguh-sungguh
ke-empat paradigma kebangsaan, yang juga merupakan konsensus nasional tersebut,
dapat mengarahkan dan menjamin keberhasilan pencapaian tujuan nasional. Secara
lebih spesifik lagi adalah tujuan pembangunan nasional bidang kesehatan
merupakan salah satu komponen untuk memajukan kesejahteraan umum dan
mempertahankan kedaulatan negara.
Pembangunan kesehatan juga membutuhkan suatu paradigma
pembangunan guna mendukung terwujudnya kedaulatan kesehatan bagi rakyat
Indonesia. Paradigma tersebut dapat disebut Paradigma Sehat Berdaulat, suatu
pandangan pembangunan yang memungkinkan seluruh sumberdaya kesehatan di
Indonesia secara berdaulat untuk menentukan sendiri dan menjamin terwujudnya
hak-hak kesehatan bagi seluruh rakyat dan bangsanya. Kedaulatan kesehatan lebih
dari sekedar berbicara ketahanan kesehatan, apalagi kecukupan kesehatan.
Salah satu upaya yang dapat ditempuh untuk mewujudkan
paradigma sehat berdaulat adalah dengan melakukan rekonstruksi pemikiran dan
wawasan para pemimpin dan calon pemimpin nasional. Rekonstruksi ini dimaksudkan
agar pemimpin dan calon pemimpin
memiliki visi dan misi kepemimpinan untuk menerapkan pradigma sehat
berdaulat, sehingga dalam menjalankan kepemimpinannya ia lebih peduli dan
menyentuh penyelesaian problematika struktural pembangunan kesehatan.
Problematika struktural kesehatan bangsa ini perlu mendapatkan prioritas berupa
tujuh langkah optimalisasi, yaitu: 1) Optimalisasi pemerataan pelayanan
kesehatan dengan memeratakan tenaga profesional kesehatan strategis dan
fasiltas kesehatan primer ; 2) Optimalisasi program public health dengan
penekanan pada upaya promotif dan preventif;
3) Optimalisasi sarana sesehatan sersruktur; 4) Optimalisasi program
kesehatan ibu dan anak; 5) Optimalisasi pelayanan gizi kurang dan kewaspadaan terhadap gzi
berlebih; 6) Optimalisasi penerapan jaminan kesehatan yang bersifat universal
coverage sebagai penopang sistem pelayanan kesehatan perorangan; 7)
Optimalisasi program pendidikan kedokteran dan SDM Kesehatan lainnya yang
berorientasi kepada sistem pelayanan yang berbasis kondisi sosio-kultural
masyarakat Indonesia.
Sudah saatnya dibangun konsep pembangunan kesehatan
paripurna yang menggunakan Paradigma Sehat Berdaulat. Saatnya pula pembangunan
kesehatan ditata dan diorientasikan untuk memberikan pelayanan kepada seluruh
rakyat secara berkeadilan. Karena itu pemerataan pelayanan kesehatan yang
bermutu menjadi syarat mutlak dari suatu ikhtiar untuk merawat nilai-nilai
kebangsaan dan ke-Indonesiaan. Syarat ini tak mungkin dapat ditawar-tawar.
Ikhtiar merawat nilai-nilai kebangsaan tersebut merupakan upaya untuk selalu
menghadirkan secara tulus ikhlas ke-empat paradigma nasional yang sekaligus
konsensus nasional dalam kehidupan rakyat berbangsa dan bernegara. Membiarkan
disparitas pelayanan kesehatan tanpa jalan penyelesaiaan tentu saja menjadi
ancaman serius terhadap kedaulatan nasional dan paradigma kebangsaan kita.
Pada kesempatan peringatan hari kebangkitan nasional ini,
Ikatan Dokter Indonesia dengan tulus mengajak semua komponen bangsa untuk
saling mendukung dan bekerjasama memberikan yang terbaik agar menjadikan kesehatan ini sebagai
mainstream utama dalam menopang ketahanan nasional. . “Kala Winisesa Batara
Sri”. Menguasai penyakit akan mendatangkan kesejahteraan.
Salam Sehat Indonesia!
No comments:
Post a Comment